Tak semua jemaah sepaham setelah zikir ada doa bersama. Sebagian jemaah berpandangan, sesudah sholat wajib tak ada lagi kewajiban melafalkan doa bersama. Jadi, mereka tidak ikut doa bersama. Mereka dapat langsung pulang, atau mereka masing-masing melanjutkan doa sendiri-sendiri saja.
Selesai sholat pun masih tetap ada perbedaan. Sebagian jemaah selesai sholat saling bersalaman dengan satu dua atau tiga jemaah di sisi kanan kirinya. Sebagian besar jemaah memandang “tradisi” salaman ini bagian dari silahtrurahni dan merupakan hubungan antara manusia.
Kendati begitu, jangan kaget, ketika kita mengulurkan tangan untuk bersalaman, ada jemaah yang tidak berkenan alias menolak bersalaman. Kalau pun mereka mau juga bersalaman, lebih karena keterpaksaan saja. Bagi mereka tidak ada ketentuannya setelah sholat harus bersalaman. Jadi usai sholat mereka menganggap tidak perlu ada proses bersalam-salaman.
Sepanjang pengamatan saya, perbedaan -perbedaan dalam pelaksanaan sholat subuh dan segera setelahnya, dipandang sebagai perbedaan biasa yang masih dalam batas-batas ruang lingkup ajaran agama. Bukan sesuatu yang aneh. Bukan sesuatu yang sesat. Oleh lantaran itu kaum
jemaah sholat subuh saling memahami, menghormati dan bertoleransi. Hubungan sosialnya pun tetap harmonis.
Dalam hal ini tidak ada yang merasa lebih hebat dari yang lain. Tidak ada yang saling menuding dan menyalah-nyalahkan. Apalagi sampai mengkafir-kafirkan satu dengan lain.
Di luar niat kita sholat subuh sebagai pelaksana bakti kita kepada Sang Yang Maha Esa Tuhan Semesta Alam, sholat subuh rupanya juga memberikan pembelajaran memgenai perlunya menerapkan esensi demokrasi. Hidup perlu menghargai perbedaan. Kita diingatkan, jangankan dengan umat lain, sesama muslim saja walaupun sumber sama-sama Al Quran dan hadis, dalam pelaksanaannya terdapat beberapa perbedaan.
Apalagi dengan yang jelas-jelas berbeda agama. Sudah pasti mengandung perbedaan-perbedaan mendasar. Kita sejak sholat subuh mula sudah dajarkan dan dibiasakan untuk menghadapi pelbagai perbedaan. Kita sudah dikondisikan perbedaan bukanlah berarti permusuhan. Kita sudah biasakan untuk saling menghormati. Saling toleransi.
Betapa hebatnya sholat subuh di mesjid.
T a b i k. (*)
Wina Armada Sukardi, wartawan dan advokat senior, dan anggota Dewan Pakar Pengurus Pusat Muhamadiyah. Tulipsan ini merupakan repotase dan opinni pribadi dan tidak mewakili organisasi.