“Dari jam 8 pagi sampai dini hari (disekap). (Buat surat pernyataan) Betul, lupa isinya. Disuruh menulis dan beberapa didikte (Dirut Slamet, Auditor Feni, dan oknum TNI?) Ada, HP saya ditahan dari siang sampai pulang. Pas di ditekan, saya diminta bersumpah Al Quran. Slamet (Dirut) bilang kalau kamu cerita apa adanya tidak akan di proses secara hukum. (Faktanya diproses scr hukum) iya,” tegasnya.
Upaya penyekapan ini sebelumnya juga pernah diungkapkan oleh terdakwa Edy Setyawan. Ia bahkan mengaku sempat disekap selama 5 hari dan disita sejumlah SHM nya oleh Dirut Slamet. Atas kasus ini, Istri Edy pun sempat melaporkan Dirut Slamet ke polisi.
Alhasil, Dirut Slamet pun ditetapkan sebagai tersangka dan terungkap dalam surat Surat Pemberitahuan Perkembangan Hasil Penyidikan (SP2HP) dengan nomor B/622/SP2HP.4/VIII/RES.1.24/2022/RESKRIM yang dikeluarkan oleh Polres Pelabuhan Tanjung Perak, Surabaya. Hanya sampai sekarang tidak jelas ujung kasus tersebut.
Pengakuan adanya aksi penyekapan banyak karyawannya sendiri terungkap juga untuk memaksa mereka mencokot direksi PT Bahana Line terlibat, walaupun tidak ada bukti sama sekali. Ternyata terungkap juga PT Meratus punya utang Rp 50 miliar yang dikemplang tidak mau bayar dengan alasan ada fraud atau penyimpangan.
Modus enggan membayar dengan menyebutkan direksi PT Bahana Line terlibat dilakukan telah membuat geram direksi PT Bahana Line. Mereka bahkan mengancam akan memperkarakan Slamet Rahardjo dan Fenny Karyadi.
#Karyawan Meratus Buang BBM ke Laut#
Sementara itu, dalam kesaksian sebelumnya, Edy juga sempat mengungkapkan fakta mengejutkan lainnya. Ia menyebut, jika BBM sisa yang ada atau istilah lain pocket, di perjual belikan oleh KKM dan masinis kapal. Jika tidak laku, BBM tersebut biasanya dibuang ke laut untuk menghindari resiko.
“Harapannya BBM (pocket) tersebut terjual yang penting menjadi uang dan jika tidak terjual maka mereka akan membuang BBM tersebut laut, dikarenakan kalau disimpan di kapal akan menjadi resiko besar,” ungkap Edy saat itu.
Menanggapi praktek kotor karyawan Meratus itu, penggiat lingkungan hidup, Teguh Ardi Srianto mengatakan dari dulu sampai sekarang dumping atau pembuangan bahan kimia atau bahan-bahan beracun berbahaya termasuk BBM ke laut ada aturannya dalam UU Perlindungan dan Pengelolaan Lingkungan Hidup. Menurut Teguh pembuangan BBM ke laut juga melanggar UU tentang Kelautan.
“Pembuangan BBM ke laut mencemari dan merusak biota. Maka semua yang terlibat harus bertanggung jawab. siapa pun pelakunya. Baik itu kapten kapal dari pihak Meratus yang membuang solar itu ke laut, termasuk pimpinan atau direksi PT Meratus juga Pemilik Perusahaan karena kapal atau armada yang digunakan itu milik Meratus. Selain itu para pelaku yang juga merupakan karyawan Meratus maka otomatis tanggung jawab sepenuhnya dan karena itu direksi Meratus harus bertanggung jawab atas kinerja dari anak buahnya,” terang Teguh.
Dalam Undang-Undang Nomor 17 Tahun 2008 tentang Pelayaran, Pasal 105 ayat (1) dan (2). Pasal, Undang-Undang Nomor 32 Tahun 2009 tentang Perlindungan dan Pengelolaan Lingkungan Hidup, Pasal 87 ayat (1) dan (2), Peraturan Pemerintah Nomor 82 Tahun 2001 tentang Pengelolaan Limbah Bahan Bakar Minyak Kapal, Pasal 4 ayat (1) dan (2), Peraturan Menteri Kelautan dan Perikanan Nomor 12 Tahun 2010 tentang Tata Cara Pengelolaan Bahan Bakar Minyak Kapal dan Limbah Bahan Bakar Minyak Kapal, Pasal 6 ayat (1) dan (2). Dimana Undang-Undang dan pasal tersebut jika dilakukan, baik secara sengaja maupun tidak sengaja maka akan dikenakan sanksi administratif berupa denda paling rendah Rp 100.000.000,00 (seratus juta rupiah) dan paling tinggi Rp 5.000.000.000,00 (lima miliar rupiah) dan sanksi pidana paling rendah 1 (satu) tahun dan paling lama 5 (lima) tahun. (nbd)