Badan Wakaf Pesantren Tebuireng sudah lebih dulu melakukan strategi ini. Pertama, bekerja sama dengan Pemerintah -dalam hal ini Kemenag dan Kemendikbud- untuk melatih santri memanfaatkan media sosial dalam rangka mencerdaskan dan membentengi santri dari isu-isu intoleransi.
Kedua, bekerja sama dengan Komunitas -dalam hal ini Pesantren-pesantren tertua dan terbesar- untuk melatih santri dalam membentengi diri dari isu radikalisme dan intoleran.
Ketiga, bekerja sama dengan dunia usaha yakni membangun komunikasi lintas agama, lintas kelompok, lintas ras, dan lintas keahlian untuk membangun kewirausahaan dan menciptakan lapangan kerja.
Keempat, bekerja sama dengan Akademisi -salah satunya UIN Maulana Malik Ibrahim Malang- untuk mengembangkan skill diri (transfer of skill and knowledge). Kelima, bekerja sama dengan Media Massa, inilah peran yang terpenting agar informasi-informasi positif bisa tersampaikan dengan tepat dan cepat.
Kiai Abdul Halim, berharap upaya dan strategi ini bisa ditiru dan dilaksanakan oleh Pesantren-pesantren lain di Indonesia, agar pesan-pesan positif dan pendidikan akhlak khas Pesantren bisa tersampaikan ke dunia luar Pesantren.
“Dunia luar Pesantrenpun akan tertarik karena mereka-mereka “rindu” dengan pesan-pesan positif Pesantren. Tentu saja bentuk kerjasama yang bisa memberikan manfaat bagi Pesantren dan Luar Pesantren,” kata kiai yang menjabat sebagai Pengasuh Pondok Pesantren Salafiyah Seblak di Jombang. Telah mengembangkan dan mengelola Pesantren Seblak menjadi tempat pendidikan dan pengajaran santri yang berorientasi pada ilmu pengetahuan dan akhlak Islami.
Dengan cara tersebut, diharapkan ancaman-ancaman intoleran akan teratasi dengan baik dan tepat.
Seperti diketahui
K.H. Abdul Halim Mahfudz selain Ketua Badan Wakaf Pesantren Tebuireng (BWPT). Saat ini beliau juga pengasuh
Pesantren Seblak yang mempunyai program menyekolahkan kembali remaja-remaja yang putus sekolah dengan membekali berbagai keahlian, seperti kepemimpinan; kewirausahaan; dan keahlian olahraga dan seni. (*)