Putra kedua dari dua bersaudara itu mengaku memilih menekuni bisnis ini dibandingkan dengan mengikuti jejak ayahnya terjun di dunia berpolitik.
“Saya sebenarnya juga tidak menolak dunia politik. Namun, yang meneruskan ayah saya ya kakak saya yang kini sudah terjun di dunia politik,” katanya.
Dirinya justru memilih menekuni bisnis kuliner ini untuk mencari tantangan dengan menciptakan karya sendiri. Ini belajar mandiri, seperti apa yang dilakukan dan dijalani sendiri. “Saya di sini (Coffee Bring In) bukan hanya sekedar owner, tetapi sebagai pelaku yang meracik menu sendiri,” bebernya.
Diakuinya, selama ini memang di lebih peduli tentang barista. Karena itulah, sebelum membuka Coffee Bring In, dirinya sudah belajar menentukan menu selama tiga bulan. Dalam waktu tiga bulan itu, semuanya dicoba apakah minumannya terlalu manis apa tidak.
“Saya juga sudah melakukan survei dengan menjadi konsumen coffee di beberapa tempat di Surabaya. Jadi nongkrong dan menjajal makanan dan minumannya,” tambahnya.
Dengan konsep tropical garden di Coffee Bring In, pangsa pasar yang berusaha disasar adalah kalangan anak muda. Namun, juga masih memungkinkan cocok dan nyaman juga bagi orang tua untuk menikmatinya.
Edo mengatakan untuk mempromosikan coffee miliknya tersebut, dia melakukannya lewat medsos. Dan, ternyata itu cukup membantu. Jam buka Cafe Bring In mulai pukul 10.00 pagi hingga 22.00 malam WIB.
Edo mengakui jika dekat lokasinya yakni sepanjang Jalan Sidosermo Indah banyak coffee buka, tetapi dia tidak merasa takut coffeenya bakal tidak laku. Malah sebaliknya dirinya ingin bersaing yang sehat.
“Semua teman saya. Sebelum Bring In dibuka, saya juga sudah bertemu dengan para pemilik coffee di sini. Semuanya welcome. Ini malah memacu semangat dan menjual konsep yang berbeda. Ini persaingan sehat. Jadi tidak perlu ditakutkan. “Saya ingin menjadi best seller,” ujarnya.
Media ini termasuk yang beruntung mendapat undangan makan siang di “Bring In’ dan mencicipi menu khas. Awalnya sempat canggung menu apa yang cocok dengan lidah.
Namun setelah pramusaji menyodorkan menu sambil promosi masakan khasnya akhirnya mencicipi briskets bbq. “Ah ternyata nikmat juga,” kataku. (*)