“Kalau dikatakan usaha biliar adalah usaha berbasis risiko, saya jadi bertanya-tanya, risikonya di mana. Sebab, saat pandemi Covid-19, semua tempat RHU menjalankan aturan sesuai petunjuk dari Pemkot Surabaya. Protokol kesehatan ketat, semua kami lakukan,” ujarnya.
Sementara itu, Ketua Hiperhu Surabaya, George Handiwiyanto mengatakan, semua pelaku usaha di Surabaya sudah tau dengan adanya pengalihan kewenangan perizinan RHU dari sebelumnya di Pemkot Surabaya ke Pemprov Jatim.
Pengusaha, katanya, mungkin tidak mempermasalahkan. Sebab, untuk mengurus izin, bisa dilakukan secara online. “Lewat online, kita bisa print sendiri surat izinnya. Khan mudah,” ujarnya, Rabu (24/8/2022).
Hanya, yang menjadi pertanyaan, bagaimana kesiapan Pemprov Jatim. Sebab, RHU itu tidak cuma ada di Surabaya, tetapi se Jawa Timur. “Misal ada kendala dalam pengurusan izin, apakah pelaku usaha di Banyuwangi harus ke Surabaya. Ini yang perlu kejelasan. Sebab, selama ini tidak ada sosialisasi, tau-tau pemkot mengirim surat pemberitahuan ke Hiperhu tentang adanya pengalihan kewenangan perizinan ke pemprov,” katanya.
Sebenarnya, masih kata George, pihaknya merasa prihatin. Sebab, meski di era otonomi daerah, tetapi masih ada pengalihan kewenangan perizinan seperti ini.
“Saya jadi bertanya-tanya, apakah karena Pemkot Surabaya dianggap tidak mampu melayani perizinan sehingga kewenangannya dialihkan,” tukasnya.
Selain itu, Gerorge juga mengatakan, masih ada ganjalan permasalahan jika izin sudah ditangani Pemprov Jatim. Yakni, bagaimana soal pengawasan RHU. Apakah masih menjadi tanggung jawab Surabaya atau daerah bersangkutan. Logikanya, siapa yang mengeluarkan izin, maka pengawasan itu melekat pada pemberi izin.
“Nah, ini harus jelas semua. Karena itu, kami berharap, pemprov mengumpulkan semua pelaku usaha. Ini untuk harmonisasi, agar semua kebijakan tersinkronisasi. Jadi, kami berharap betul, kumpulkan semua pelaku usaha, sosialisasikan kebijakan yang ada, sehingga semuanya bisa sejalan,” harapnya.
Menyinggung soal pajak dari RHU, George menjelaskan, selama ini Pemkot Surabaya hanya mengambil pajak makanan dan minuman.
“Ngurus izin RHU khan gratis. Pemkot hanya ngambil pajak makanan dan minuman. Karena itu, kalau anggota DPRD beranggapan bahwa potensi PAD sebesar Rp102,2 miliar bisa melayang, itu malah di luar logika. Bagaimana potensi PAD bisa hilang, sementara pajak makanan minuman masih menjadi hak pemkot. Lain ceritanya kalau pajak makananan minuman itu diambil pemprov. Yang dialihkan itu khan hanya kewenangan perizinannya, bukan pungutan pajaknya,” kata George. (*)