Refleksi Tahun Baru 1444 Hijriyah

Refleksi Tahun Baru 1444 Hijriyah
HS. Makin Rahmat

Catatan HS. Makin Rahmat (Penanggungjawab WartaTransparansi)

SUNNATULLAH. Tanpa terasa sebentar lagi usia bumi bertambah tua. Sejarah pergulatan hebat penentuan tahun baru Islam dimulai dari hijrah Rasulullah SAW dari Mekah ke Madinah, merupakan pertimbangan luar biasa dari Khalifah Umar bin Khattab yang memang dikenal sebagai sahabat Nabi yang revolusioner.

Usulan dan kajian dari para sahabat, salah satunya sebagai bentuk penghormatan kepada baginda Rasulullah, dimulai awal tahun baru Islam dari kelahiran Muhammad bin Abdullah pada bulan Rabiul Awal atau awal dari masa ke-Nabian.

Ternyata, Khalifah Umar ingin menjadi penentuan tahun baru Islam sebagai momentum sekaligus refleksi umat muslim menuju arah perubahan.

Menjadikan hijrah mengandung tekad luar biasa, hidup terus semangat, penuh perjuangan, perencanaan, fokus terhadap program dan kerja keras menuju target, terwujudkan nilai-nilai kemanusian yang universal berlandaskan azas ketuhanan yang rahmatan lil ‘alamiin.

Yang jelas, Nabi memutuskan hijrah setelah melalui proses panjang selama 13 tahun di Makkah dengan berbagai tantangan. Mula-mula beliau berdakwah secara tersembunyi, dimulai dari keluarga, orang-orang terdekat, dan pelan-pelan lalu kepada masyarakat luas secara tertutup dan terbuka.

Fakta di lapangan ketika itu, Rasulullah mendapat rintangan dan tekanan luar biasa. Mulai dicaci-maki, dilempar kotoran unta, kekerasan fisik, hingga percobaan pembunuhan. Semua dilalui dengan penuh kesabaran dan kebijaksanaan.

Saat itu, azas Tauhid (ketuhanan) melenceng jauh. Nilai-nilai kemanusian nyaris terkubur, tumbuh subur kepentingan figur dan penguasa. Fanatisme suku, maraknya riba, pelanggaran hak asasi manusia (HAM) merupakan realitas yang harus dihadapi.

Lantas bagaimana dengan kondisi di Indonesia? Alfaqir tentu masih sangat bersyukur diberikan kesempatan hidup di Negara yang masih mengedepankan gotong royong, persaudaraan dan kondisi masyarakat cinta damai.

Sayangnya, kemajuan teknologi dan peradaban era milineal dan gen-Z, mulai mengikis nilai-nilai kesatunan, tepo sliro dan akhlak. Perlahan tapi pasti, kita kembali kepada era perbudakan modern.