Problem Konstitusi Harus Disikapi sebagai Negarawan

Problem Konstitusi Harus Disikapi sebagai Negarawan
Ketua DPD RI, AA LaNyalla Mahmud Mattalitti,

YOGYAKARTA (Wartatransparansi.com) – Ketua DPD RI, AA LaNyalla Mahmud Mattalitti,mengajak semua pihak menyikapi problem Undang-Undang Dasar hasil Amandemen 1999-2002 dalam posisi seorang negarawan. Karena konstitusi menyangkut kedaulatan rakyat sebagai pemilik sah negara ini.

“Sebagai pejabat negara saya disumpah untuk taat konstitusi. Tetapi saya melihat ada persoalan kedaulatan rakyat di dalam konstitusi kita hasil Amandemen 1999-2002. Sehingga saya harus mengambil posisi sebagai negarawan, dengan mengutamakan kepentingan rakyat di atas segalanya,” tukas LaNyalla.

Dikatakan LaNyalla, untuk bertindak sebagai negarawan, dirinya harus adil sejak dalam pikiran, jernih sejak dari hati dan harus memadukan akal, pikir dan dzikir. Hal itu disampaikan saat membuka Focus Group Discussion tentang ‘Amandemen Konstitusi Dalam Rangka Mengembalikan Kedaulatan Rakyat’, di Kantor Daerah DPD RI Provinsi DIY, Kamis (23/6/2022).

LaNyalla mengaku bisa saja bersikap egois dan mengusulkan gagasan Amandemen ke-5 hanya dipakai untuk mendorong penguatan kelembagaan DPD RI. Namun, ia lebih ingin melihat dari perspektif yang lebih fundamental.

“Bagi saya Amandemen itu semakin membuat Indonesia menjadi sekuler, liberal dan kapitalistik. Inilah penyebab ketidakadilan yang lebih nyata. Dan akibatnya adalah kemiskinan struktural yang sulit dientas. Sehingga menyebabkan negara tidak bisa mewujudkan hakikat dari cita-citanya, yaitu Keadilan Sosial Bagi Seluruh Rakyat Indonesia,” paparnya.

Ketidakadilan dan kemiskinan struktural dilihat langsung LaNyalla saat dirinya berkeliling ke 34 Provinsi dan lebih dari 300 Kabupaten/Kota sebagai Ketua DPD RI. Menurutnya, kedua permasalahan itu tidak bisa diselesaikan dengan pendekatan yang kuratif dan karitatif maupun pendekatan parsial dan sektoral.

“Karena penyebabnya ada di hulu. Arah Konstitusi kita yang meninggalkan mazhab perekonomian kesejahteraan yang menitikberatkan kepada pemerataan. Dan penentu arah perjalanan bangsa, sejak Amandemen itu, diberikan tunggal kepada partai politik. Elemen civil society dan non-partisan tidak punya ruang,” imbuhnya.

Dikatakan LaNyalla, dirinya tidak mengatakan bahwa UUD 1945 naskah Asli sempurna. Tetapi perubahan besar-besaran di tahun 1999-2002 silam telah membuat bangsa ini meninggalkan Pancasila sebagai grondslag negara ini. Sehingga yang terjadi kedaulatan rakyat dibajak oleh partai politik.