“Namun, bilamana daerah belum menetapkan perda tersebut, maka boleh memakai perda yang digunakan untuk IMB sampai dengan tahun 2024 mendatang. Di Kota Kediri, saat ini kami sedang menggarap perda tersebut yang rencananya akan disahkan pada tahun 2023 mendatang,” katanya.
Sementara itu, saat ditanya mengenai perbedaan dengan IMB, pihaknya mengatakan bahwa PBG ini proses registrasi langsung dilakukan oleh Dinas PUPR.
“Berdasarkan aturan baru tersebut, alur perizinannya disederhanakan, yang dulu registrasi awal dilakukan di DPMPTSP, kemudian dilimpahkan ke Dinas PUPR, setelah itu dikembalikan lagi ke DPMPTSP untuk pembayaran dan penerbitan izin.
Sedangkan pada PBG, registrasi langsung dilakukan oleh Dinas PUPR, dilanjutkan dengan cek lapangan, hingga penetapan retribusi kemudian untuk penagihan dan penerbitan izin baru dilakukan oleh DPMPTSP,” urainya.
Sedangkan proses registrasi PBG tersebut dilakukan secara online melalui apikasi resmi Sistem Informasi Manajemen Bangunan Gedung (SIMBG) yang disediakan oleh Kementerian Pekerjaan Umum dan Perumahan Rakyat (KemenPUPR). Aplikasi ini dapat digunakan oleh Pemerintah Daerah dalam memberikan pelayanan terkait bangunan gedung.
Bangunan yang harus berizin PBG, secara prinsip sama seperti yang tertera pada IMB yakni bangunan-bangunan gedung dengan fungsi hunian, sosial, budaya, keagamaan, atau fungsi khusus, termasuk pula sarana dan prasarananya. (Abi)