Bahasa penulis, Sang Maha Pencipta dengan segala sifatNya, khususnya nilai kasih dan sayang menuntun kita untuk lebih mampu membaca zaman, mengambil hikmah dan mendayagunakan segala kemampuan termasuk sinyal teknologi untuk lebih serius dalam menjalankan ibadah puasa di bulan Ramadan dengan segala aplikasi dan konsekwensi yang seharusnya segera disempurnakan dalam pri kehidupan sehari-hari.
Puncak keyakinan keimanan merupakan wujud mutlak yang harus ditancapkan dalam hati tiap hamba Allah yang beriman, bahwa tidak ada yang bakal sia-sia atau mengecewakan ketika kita benar-benar menjalankan perintah Allah SWT, khususnya berpuasa.
Nilai spesialis dari puasa Ramadan, bukan sekedar isapan jempol belaka. Karena Sang Khalik, sudah memberikan pilihan yang sangat fair dan tidak membebani, sesuai QS Al-Baqarah 184; “… Maka barang siapa diantara kamu ada yang sakit atau dalam perjalanan (musafir) lalu ia berbuka, maka wajiblah baginya berpuasa sebanyak hari yang ditinggalkan itu pada hari-hari lain. Dan, wajib bagi orang-orang yang menjalankannya (karena usia, sakit permanen, jika mereka tidak berpuasa) membayar fidyah, yaitu memberikan makan seorang miskin. Barang siapa yang dengan kerelaan hati mengerjakan kebajikan, maka itulah yang lebih baik baginya. Dan berpuasa lebih bagimu, jika kamu mengetahui.”
Inilah yang menurut penulis, Sang Khalik begitu sangat demokratis. Bukan sekedar memaksakan kehendak, tapi memberikan solusi yang solutif. Bukan semata untuk kepentingan pemimpin (Sang Pencipta), tapi sebuah empati untuk membimbing, membangkitkan daya sinyal dari berbagai sinyal kehidupan. Nilai relegi, nilai kebersamaan, nilai sosial, rasa melindungi, memiliki, dan kekuatan untuk saling menjaga dan membentengi diri. Ada simbiosis mutualisme yang terbangun kokoh.
Puasa bukan sekedar iklan promosi menguntungkan konglomerat. Atau monopoli dari pemegang kekuasaan. Puasa benar-benar mengajari kita untuk sehat lahir-batin, sebagaimana cuplikan firman Allah SWt dalam hadits qudsi riwayat Bukhari RA: “Setiap amalan kebaikan yang dilakukan oleh manusia akan dilipatgandakan sepuluh kebaikan yang semisal hingga tujuh ratus kali lipat. Allah SWT berfirman: “Kecuali amalan puasa! Amalan puasa tersebut adalah untuk-Ku. Aku sendiri yang akan membalasnya. Disebabkan dia telah meninggalkan syahwat dan makanan karena-Ku. Bagi orang yang berpuasa akan mendapatkan dua kebahagian, yaitu kebahagian saat berbuka dan kebahagian ketika berjumpa dengan Rabbnya. Sungguh bau mulut orang yang berpuasa lebih harum di sisi Allah daripada bau minyak Kasturi.”
Mari, kita berikan nilai-nilai positif dari puasa kita sehingga ada ghirah (semangat) untuk menguatkan sinyal, bahwa kita masih diberikan hidup, mampu bersyukur dan meneladani multi fungsi dari puasa menjadikan talenta kehidupan kita bisa lebih hidup dan bermanfaat.
Jangan, biarkan puasa kita hanya mampu menahan rasa lapar dan dahaga, sama dengan simbol kemiskinan. Karena hakekat dari puasa, sesungguhnya kita mampu dalam strata keimanan, mampu menahan syahwat dan makan yang halal di siang hari, dan punya kepedulian sosial untuk berbagi. Selamat! (*)