SURABAYA (WartaTransparansi.com) – Komisi E DPRD Jawa Timur yang membidangi kesehatan meminta kepada Dinas Kesehatan (Dinkes) Provinsi Jawa Timur untuk meningkatkan peran masyarakat dalam pemberantasan sarang nyamuk seperti peningkatan Budaya Gerakan Masyarakat Hidup Sehat (Germas) untuk mengantisipasi penyebaran Demam Berdarah Dengue (DBD).
“Kami sebagai anggota Komisi E DPRD Provinsi Jawa Timur yang salah satu tugasnya pada bidang Kesehatan, sangat mengharapkan kepada Dinas Kesehatan Provinsi Jawa Timur untuk mengkampanyekan program 3M, yakni Menguras bak mandi, Menutup rapat tempat penampungan air, dan Menyingkirkan barang bekas,” ujar Anggota Komisi E DPRD Jatim Bidang Kesra Dr. Kodrat Sunyoto, SH., M.Si.
Hal itu disampaikan Kodrat yang juga Ketua Fraksi Partai Golkar DPRD Jatim menanggapi merebaknya DBD di musim ini. Dilaporkan ada tiga anak terserang DBD di Jember. Sehingga harus menjalani perawatan medis. Dan, PMI Jember pun bergerak untuk melakukan pengasapan.
Kasus DBD juga terjadi di Lamongan. Setidaknya sudah ada 14 kasus DBD Lamongan sepanjang Januari 2022 ini.
Diakuinya, kasus Demam Berdarah Dengue (DBD) masih merupakan salah satu masalah kesehatan masyarakat yang utama di Provinsi Jawa Timur. Hal ini terlihat dengan banyaknya kasus DBD selama tahun 2020-2021. Pada Tahun 2021, penderita DBD terjadi pada 5.961 orang, dengan jumlah kematian sebanyak 67 orang.

Kasus DBD Tahun 2021 ini menurun dibandingkan dengan Tahun 2020 dengan jumlah DBD sebanyak 8.743 kasus dengan kematian sebanyak 69 orang. Namun demikian, dalam awal tahun 2022 ini harus diwaspadai karena banyaknya kasus DBD pada awal bulan Januari 2022, yaitu sebanyak 69 kasus.
DBD merupakan penyakit yang disebabkan oleh virus Dengue yang tergolong Arthropod-Borne Virus, genus Flavivirus, dan famili Flaviviridae. DBD ditularkan melalui gigitan nyamuk dari genus Aedes, terutama Aedes aegypti atau Aedes albopictus.
Penyakit DBD dapat muncul sepanjang tahun dan dapat menyerang seluruh kelompok umur. Penyakit DBD biasanya ditandai dengan demam 2 hingga 7 hari disertai manifestasi perdarahan serta penurunan jumlah trombosit kurang dari 100 ribu permilimeter kubik, dan adanya kebocoran plasma ditandai peningkatan hematokrit di atas 20 persen dari nilai normal.
“Kami minta Dinkes Jatim juga melakukan koordinasi dan kerjasama dengan Dinas Kesehatan Kabupaten/Kota untuk pelaksanaan penanganan bagi masyarakat yang terkena DBD agar mencegah penambahan korban terkena DBD,” pinta Kodrat.
Peningkatan (Germas) juga menjadi kunci dalam penanggulangan kasus DBD di Jawa Timur. Karena penyebaran DBD di tengah masyarakat sangat bergantung pada kesehatan lingkungan sekitar dan perilaku hidup sehat Masyarakat.
Oleh sebab itu, partisipasi masyarakat harus digalakkan oleh Pemerintah Provinsi Jawa Timur bersama dengan Pemerintah Kabupaten/Kota untuk mencegah atau mengurangi korban kasus DBD dalam tahun 2022. (sr/min)