Disaat saya ke bandara Jeddah sendirian by taksi dari Makkah saya salah masuk terminal, jangan bayangkan ada Shutle bus apa lagi skyttrain untuk menghubungkan antar terminal yang berdekatan (tapi terpisah pagar) , saya harus mencari taksi lagi menuju terminal yang jaraknya sekitar 1 km tapi harus keluar dulu skitar 5 -6 Km dengan tarif taksi penawaran pertama 200 SAR. Tapi untung ada taksi liar yang bisa diajak bernegosiasi dan akhirnya dapat 1/4 dari harga umum, namun setelah naik taksi dengan mobil yang ber Sunroof ditengah jalan dia berhenti dan memasukkan penumpang lagi, gubrak, kayak angkot nih , ya sutra lahhh.
Pemandangan ini jauh berbeda dengan di Dubai atau Qatar mereka sepertinya belajar bnyak tentang hospitality dan tourism, mereka sadar betul ketersediaan minyak mereka pasti ada batas nya tapi jasa melayani hati manusia itu tak berbatas selama matahari masih menyinari bumi. Betapa pariwisata sudah menjadi devisa utama dari berbagai negara.
Dunia Pariwisata tidak akan bisa lepas dari “jiwa Rahmah”, kasih sayang dan lemah lembut, bukan kah Nabi pun memerintahkan kita untuk menghormati tamu ? Tapi kenapa yang lebih banyak menerapkan anjuran anjuran nabi itu justru bukan ummat nya ? .
Makin sayang dan cinta Indonesia dengan kultur ramah nya, semoga keramahan warga Indonesia ini cerminan dari nilai nilai Islam yang salamah dan penuh kerahmatan sesuai dari asal kata Islam dari aslm yang artinya DAMAI dan salam yang berarti SEJAHTERA. (*)