Oleh: HS. Makin Rahmat, SPd, SH, MH
Ketua Serikat Media Siber Indonesia (SMSI) Jawa Timur
PENANGKAPAN Artis Selegram papan atas berinisial RR (33), oleh Polresta Denpasar, Bali, terkait tindak pidana pornografi, aksi bugil di live aplikasi Mango, Jumat (17/9/21), menjadi keprihatinan bersama.
Setidaknya, merebaknya kasus pornografi dan pornoaksi yang bebas liar melalui medsos dan siber, bisa merusak moral generasi muda, yang gampang mengakses aplikasi dari android dan sarana elektronik lainnya.
Bukan sekedar aspek ekonomi semata, sebagaimana pengakuan RR, usai ditangkap di apartemen kawasan Jalan Taman Pancing Denpasar. Dengan pendapatan kisaran Rp 30-50 juta per bulan dan sekali aksi mendapatkan fee Rp 1,5 juta, tentu tidak lepas dari perubahan zaman revolusi ekonomi-informasi, sehingga peluang bisnis melalui e-commerce sangat terbuka lebar.
Menjerat pelaku pornografi dan pornoaksi dengan ancaman 12 tahun penjara, sesuai pasal 4 (1) UU No. 44/2008 tentang Pornografi dan atau pasal 45 (1) UU 19/2016 tentang Perubahan atas UU 11/2008 tentang ITE, belum tentu bikin jerah. Bagaimana menyelamatkan generasi Z (gen-Z lahir 1997-2000an) dari virus pornografi?
Data Internetwordstats menyebut, penetrasi internet Indonesia akhir Maret 2021, tercatat 76,8% dari pengguna internet 276,3 juta.
Sehingga ada 212,35 juta jiwa menjadikan internet kebutuhan. Betapa bahayanya jiwa mayoritas gen-Z kecanduan konten pornografi, setelah virus Corona atau Covid-19 mewabah di bumi, termasuk Indonesia.
Semua kegiatan melalui daring, online. Para pelajar-mahasiswa harus belajar dan kuliah dari rumah. Sehingga dua tahun lebih masyarakat mendapatkan fasilitas paket internet. Faktanya, bukan sekedar memanfaatkan paket untuk tujuan positif, tapi kebanyakan untuk konten game dan pornografi.
Bukankah kita harus waspada dan menyatakan perang dengan virus yang lebih bahaya, yaitu pornografi dan pornoaksi. Menjadi kewajiban kita membetengi keluarga dari ancaman virus pornografi yang liar.