Tajuk  

Ketika Cabai “Pedas” bagi Petani

Oleh : Djoko Tetuko, Pemimpin Redaksi Wartatransparansi

Ketika Cabai “Pedas” bagi Petani
H. Djoko Tetuko Abdul Latief

 

Tiba-tiba saja petani cabai di Kediri membagikan hasil panen cabai setelah mendapatkan kenyataan sangat pahit bahwa harga cabai hanya Rp5 ribu per kilogram. Inilah ketika petani cabai “pedas” bagi petani.

Harga cabai ini sangat tidak seimbang bahkan sangat menghina petani, harga cabai turun anjlok sangat mencolok dibanding dengan harga cabai ketika menembus di atas Rp100 ribu bahkan di atas harga daging sapi. Tetapi petani cabai tetap saja menerima harga pembelian tidak lebih dari Rp50 ribu.

Melihat kondisi hasil pertanian seperti bak permainan sulap “bim salabim” … harga melangit … “bim salabim” harga anjlok, petani cabai membayar sewa tanah saja tidak mampu, apalagi untuk membayar tenaga petani, karena modal saja tidak kembali.

Sistem Ekonomi Pancasila masih dapat diharapkan menjadi satu sistem bisnis yang tepat bagi para pelaku bisnis di Indonesia saat ini, terbukti dari lahirnya para pendiri perusahaan start up yang hadir merebut pasar konsumen di Indonesia.

Paling tidak, Sistem Ekonomi Pancasila ialah sesuai dengan sistem ekonomi gotong royong bahwa antara petani, pelaku bisnis dan masyarakat sebagai konsumen sama-sama menerima kepastian hukum dengan ketentuan menetapkan harga eceran dengan stabil.

Stabilitas harga itu membutuhkan kehadiran negara (Pemerintah) bahwa sembilan bahan pokok dan bahan kebutuhan sewaktu-waktu, ditetapkan dengan harga terendah dan harga tertinggi dengan mempertimbangkan kesejahteraan petani, kemampuan konsumen, dan pelaku usaha atau pedagang masih mampu mendapat keuntungan. Inilah sistem ekonomi Pancasila dengan mengedepankan gotong royong untuk bersama-sama memikirkan kepentingan bersama daripada menguntungkan segelintir orang saja.