Dari sanalah prestasi demi prestasi mereka torehkan hingga puncaknya pada Olimpiade Beijing ketika mereka melanjutkan tradisi emas yang diawali oleh Susy Susanti dan Alan Budikusuma di Olimpiade Barcelona 1992. Sampai akhirnya pasangan yang sangat kompak itu mengundurkan diri dari Pelatnas pada 2009 sebelum Hendra kembali lagi dan dipasangkan dengan Mohammad Ahsan.
Hendra merasa sangat kehilangan dan berduka mendalam ketika Markis Kido meninggal, di usia yang masih relatif muda, 36 tahun. “Ikut berduka cita yang sangat mendalam buat salah satu partner terbaik saya dalam suka maupun duka. Dia salah satu pemain yang luar biasa dan sangat bertalenta,” kata Hendra seperti dikutip Bambang Roedyanto dan diunggah melalui akun Twitternya.
“Saya ingin mengucapkan terima kasih karena sudah menjadi partner yang baik buat saya dalam waktu menang ataupun kalah. Terima kasih sudah berpartner mulai dari nol dan sama-sama berjuang selama 12 tahun. Terima kasih Kido dan selamat jalan,” imbuh Hendra.
Markis Kido layak disebut legenda bulutangkis dengan segala prestasi yang sudah torehkan untuk Merah-Putih. PBSI berharap suri tauladan pria kelahiran 11 Agustus 1984 itu menjadi inspirasi para penerusnya. “Dengan prestasi besar seperti juara dunia 2007 di Kuala Lumpur, medali emas Olimpiade Beijing 2008, dan emas Asian Games 2010 Guangzhou bersama Hendra Setiawan, nama Kido begitu harum di pentas dunia. Kami keluarga besar bulutangkis Indonesia dan PBSI ikut berduka cita dan merasa kehilangan besar dengan berpulangnya Markis Kido,” tutur Ketua Umum PBSI, Agung Firman Sampurna.
“Semoga suri teladan, semangat juang, prestasi besar, dan etos kerja yang telah ditunjukkan Markis Kido selama ini, bisa menginspirasi para pemain-pemain bulutangkis Indonesia untuk mengikuti jejak almarhum,” pesannya. (sr)