Lapsus  

Raja Porang, Lulusan SD Membina Ribuan Petani

Raja Porang, Lulusan SD Membina Ribuan Petani
Koimin, 50 tahun, Raja Porang Asal Madiun , Jawa Timur

MENGUTIP pandangan Rocky Gerung, ijazah itu hanya tanda yang bersangkutan pernah bersekolah formal. Sedangkan kecakapan merupakan pengalaman yang terasah, hingga melahirkan kesanggupan menangani persoalan.

Adalah Koimin, 50 tahun, warga Desa Bodag, Kecamatan Kare, Kabupaten Madiun, Jawa Timur, yang saat ini dijuluki raja porang di wilayahnya.

Porang merupakan jenis tanaman umbi umbian, bernama biologi _amorphophallus muelleri_. Atau dengan nama lain iles iles, yang serumpun dengan suweg dan walur.

Sebelum akhirnya disadari tanaman tersebut memiliki nilai ekonomis menggiurkan, tanaman yang tumbuh di dataran rendah hingga 1000 meter di atas air laut itu berkembang liar di lereng Gunung Wilis, daerah tempat tinggal Koimin.

Awalnya tidak ada petani yang _ngreken_. Masyarakat setempat membiarkan tanaman itu meliar diantara belukar. Dianggap tidak bermanfaat. Malahan mereka menganggap lebih menguntungkan suweg dan walur (serupa), karena masih bisa dikonsumsi.

Padahal tanaman itu sudah liar sejak moyangnya, tumbuh diantara kerindangan pepohonan hutan, yang bisanya hidup memang memerlukan naungan hingga 60 %.

Koimin yang cuma lulusan sekolah dasar itu mulai angkat tindakan. Pada kisaran tahun 2006, setelah sebelumnya dia dan para petani lain mendapat pengarahan dari pihak Perhutani KPH Lawu DS, melalui kelompok masyarakat pengelola sumber daya hutan (MPSDH).

“Awalnya saya dan kelompok MPSDH diberi arahan Perhutani. Bahwa porang itu memiliki nilai ekonomi sangat tinggi. Dan mulailah saya menerapkannya,” ucap Koimin, mengawali bicaranya dengan jurnalis, Minggu (14/03).

Raja Porang, Lulusan SD Membina Ribuan Petani

Suami Suhariyani dan ayah dua anak, Pipit dan Habib, itu langsung tancap gas. Menanam beberapa tanaman porang lalu menjualnya, dan laku.

Dia semakin terangsang oleh porang. Hingga dia pun melepas profesi lamanya sebagai penjual sayur, keluar masuk keliling kampung.

Jatuh bangun bagi wirausahawan itu pasti terjadi. Wajar. Lumrah. Seperti yang dia alami.

Beberapa tahun lalu, sewaktu hubungan RI – China memburuk akibat sengketa perbatasan teritorial laut, dia pun turut merugi. Pasalnya, porang yang dia beli dari para petani binaannya, jauh lebih rendah dari harga yang ditetapkan pabrik tempatnya memasok porang.

Dia tidak menyerah. Dia teringat ucapan Dahlan Iskan, yang ‘mendoakan’ para wirausahawan pemula agar bangkrut. Filosifi tersebut memberi arti, agar otak pengusaha bangkrut segera ‘berbicara’. Agar bangkit.

Dan benar. Koimin tidak patah arang. Dia makin rajin dan hati hati dalam mengelola informasi (baik tentang harga maupun kondisi sosial), yang sangat mungkin berdampak pada maju mundurnya usaha.

Rasa pantang menyerah itu tidak sia sia. Kekuatan iman, jujur dan percaya diri dia jadikan landasan untuk berjalan. Ibarat laju sang mentari, usahanya pun semakin bergerak meninggi.

“Betul. Memang, semua ini saya lakukan dengan alasan beribadah dan kejujuran,” ungkap Koimin membuka rahasia keberhasilannya.