Dikatakannya, semua yang kita lakukan hendaknya didasarkan kepada _ngibadah_ kepada Allah Swt. Jangan dengan lainnya.
Kemudian, dalam berbisnis itu juga harus terlandasi nilai nilai kejujuran. “Misalnya petani binaan saya menjual porang kepada saya. Saya timbang. Kalau jatuhnya timbangan 1Kg lebih 1 ons, ya harus saya sampaikan seberat itu,” tandasnya.
Dengan begitu, lanjut Koimin, semua langganan menjadi senang dan _marem_. Selisih berat timbangan seringan apa pun, tetap dia hargai dengan rupiah.
Alhasil, jumlah petani porang binaannya semakin meluas dan melebar hingga ke wilayah kecamatan lainnya.
Saat ini, di wilayah kecamatan tempat Koimin tinggal saja terdapat tak kurang dari 10 ribu petani porang. Wilayah dan jumlah petani itu ekspansif hingga ke kecamatan lain, Kecamatan Wungu, Dagangan, Gemarang dan sejumlah wilayah lainnya.
Selain dari petani binaan, Koimin mengaku juga tak malas bercocok porang sendiri. Dia sendiri sudah memiliki tak kurang dari tiga hektar lahan pribadi, yang di atasnya menghijau kebun porang.
Puluhan ribu petani tersebut setiap kali musim panen porang (masa panen porang antara 5 sampai 6 bulan), selalu menjualnya kepada Koimin.
Koimin membeli dari petani dengan harga antara Rp. 8000 sampai 13.000. Tinggi rendahnya harga tersebut, menurut Koimin, tergantung dari kondisi atau waktu bertransaksi. Bila sedang panen raya harga merendah. Dan begitu sebaliknya.
Mengacu catatan musim panen tahun 2020, Koimin berhasil memasok porang ke sejumlah pabrik di Gresik, Mojokerto dan Semarang sebanyak tak kurang dari 500 ton.
Sementara pabrik mengekspornya ke sejumlah negara, dengan pasokan terbesar ke China. Di negara tersebut porang diolah menjadi bahan makanan, dengan porsi 80%. Sisanya (20%) dipergunakan sebagai bahan kosmetik.
Dalam mengelola usahanya, Koimin mengaku jatuh bangunnya usaha yang dia arungi tidak pernah mendapat perhatian dari pemerintah daerah setempat. “Jadi murni ini jerih payah saya. Tidak ada campur tangan dari pemerintah daerah,” jelasnya.
Diungkapkan Koimin, dia belum pernah memperoleh perhatian dari dinas terkait, misalnya Dinas Pertanian atau Dinas Ketahanan Pangan Kabupaten Madiun.
Instansi terkait, dalam hal usaha Koimin, belum pernah, misalnya, melakukan pembinaan, menyediakan bibit unggul dan murah, menyediakan pembelinya. Atau pembinaan bercocok tanamnya.
“Dulu pernah ada pertemuan antara pihaknya, pabrik dan Bank BNI. Namun pihak bank tidak percaya apakah bisnis porang bisa dipercaya jika diberikan kredit. Akhirnya tidak dapat kredit. Biarlah,” akunya.
Bagi Koimin, tanpa uluran tangan pihak lain pun dia mengaku tidak menjadikannya berkecil hati. Sebab, baginya yang maha besar itu adalah campur tangan Allah Swt.
Bahkan, ke depan dan dengan permintaan kepada Allah Swt, dia berniat mengembangkan lahan porangnya hingga ke luar Jawa Timur. Bila perlu meluncur luar Jawa. (fin)