PASURUAN (Warta Transparansi.com) – Banjir bandang yang melanda Kabupaten Pasuruan khususnya di Desa Kepulungan, Kecamatan Gempol serta sedikitnya meratakan 6 rumah warga di sekitar bantaran sungai Kambeng dan menewaskan dua orang, menjadi perhatian khusus para politisi di gedung DPRD Kab.Pasuruan serta para pemerhati lingkungan.
Seperti yang terungkap pada rapat kerja antara DPRD Kab.Pasuruan dan instansi terkait baik dari Pemprov Jatim yang diwakili oleh Dinas PU SDA wilayah Pasuruan-Probolinggo, BBWS ( Balai Besar Wilayah Sungai) Brantas dan Pemkab Pasuruan, Senin (8/2/2021).
Pada kesempatan tersebut Wakil Ketua DPRD Kab.Pasuruan Andri Wahyudi memberikan pemaparan atas salah satu penyebab banjir bandang yang menelan nyawa dan harta benda warga.
” Setelah melihat dan mengevaluasi banjir bandang minggu lalu. Salah satu penyebabnya adalah kerusakan alam yang berada di hulu sungai, sehingga bagian hilir yang terimbas atas semua ini,” tegas AW sapaan akrabnya.
Lebih lanjut dijelaskan, saya pribadi tidak sependapat komentar dari Bupati Pasuruan yang pada pokoknya menyampaikan bahwa penyebabnya banjir bandang bukan dari maraknya pertambangan di kaki gunung arjuno dan penanggungan. Padahal dapat terlihat secara nyata dan jelas, bahwa hulu sungai yang ada di Kab.Pasuruan berada di kaki kedua gunung tersebut, khususnya di gunung penanggungan.
Keberadaan gunung penanggungan saat ini marak penambangan, secara otomatis dan teori yang ada keberadaan hutan gundul menjadi penyebab banjir, ini lantaran minim area resapan air.
Artinya keberadaan ratusan bahka ribuan pohon yang ada di kaki gunung penanggungan setidaknya dapat menjadi obyek penahan dan area resapan air, jika diatasnya terjadi hujan lebat.
Namun pada kenyataanya hampir keseluruhan kaki gunung penanggungan saat ini telah gundul dan beralih fungsi sebagai area pertambangan ( galian C). Sementara pihak penambang sendiri, tidak begitu peduli dengan upaya reklamasi sebagai suatu kewajiban atas area yang telah selesai ditambangnya,” ungkapnya.
Bagaimana tidak terjadi, tumbangnya beberapa pohon dan rumpun bambu, akibat derasnya terjangan air dari hulu. Akhirnya pohon dan rumpun bambu tak dapat menahan air dan kemudian terbawa arus air hingga menyumbat sungai yang ada di hilir.
Jadi menurut pendapat saya, saatnya Pemkab Pasuruan kembali mengkaji ulang kebijakan pemberian rekomendasi pada perusahaan pertambangan (galian C).
Seperti diketahui bahwa pajak pertambangan (galian C) di Kabupaten Pasuruan setiap tahunnya hanya sebesar Rp.17milyar. Uang tersebut tidak cukup untuk membangun infrastruktur jalan sepanjang kurang lebih 10km,belum lagi kebocoran pajak atas galian c tanpa ijin alias ilegal.
Sementara keuntungan mutlak ada pada pengusaha tambang itu sendiri. Alam bekas pertambangan itu sendiri selalu dan selalu di tinggalkan terbengkalai tanpa adanya upaya reklamasi. Sekali lagi, hanya warga sekitar dan dibawahnya yang terimbas.
Perlu diketahui dari data bahwa banjir bandang pada Rabu(3/2/2021) kemarin lusa itu, lebih besar dibanding banjir bandang tahun 1950an.
Untuk itu kami mengajak Pemkab Pasuruan membuka mata dan nurani dan melakukan pengkajian secara akademik atas maraknya galian C di semua wilayah Kab.Pasuruan,” pungkas pria tambun yang juga menjabat sebagai Ketua DPC PDIP Kab.Pasuruan. (hen)