Namun pada kenyataanya hampir keseluruhan kaki gunung penanggungan saat ini telah gundul dan beralih fungsi sebagai area pertambangan ( galian C). Sementara pihak penambang sendiri, tidak begitu peduli dengan upaya reklamasi sebagai suatu kewajiban atas area yang telah selesai ditambangnya,” ungkapnya.
Bagaimana tidak terjadi, tumbangnya beberapa pohon dan rumpun bambu, akibat derasnya terjangan air dari hulu. Akhirnya pohon dan rumpun bambu tak dapat menahan air dan kemudian terbawa arus air hingga menyumbat sungai yang ada di hilir.
Jadi menurut pendapat saya, saatnya Pemkab Pasuruan kembali mengkaji ulang kebijakan pemberian rekomendasi pada perusahaan pertambangan (galian C).
Seperti diketahui bahwa pajak pertambangan (galian C) di Kabupaten Pasuruan setiap tahunnya hanya sebesar Rp.17milyar. Uang tersebut tidak cukup untuk membangun infrastruktur jalan sepanjang kurang lebih 10km,belum lagi kebocoran pajak atas galian c tanpa ijin alias ilegal.
Sementara keuntungan mutlak ada pada pengusaha tambang itu sendiri. Alam bekas pertambangan itu sendiri selalu dan selalu di tinggalkan terbengkalai tanpa adanya upaya reklamasi. Sekali lagi, hanya warga sekitar dan dibawahnya yang terimbas.
Perlu diketahui dari data bahwa banjir bandang pada Rabu(3/2/2021) kemarin lusa itu, lebih besar dibanding banjir bandang tahun 1950an.
Untuk itu kami mengajak Pemkab Pasuruan membuka mata dan nurani dan melakukan pengkajian secara akademik atas maraknya galian C di semua wilayah Kab.Pasuruan,” pungkas pria tambun yang juga menjabat sebagai Ketua DPC PDIP Kab.Pasuruan. (hen)