Oleh Djoko Tetuko – Pemimpin Redaksi WartaTransparansi
Pemilihan kepala daerah di masa pandemi sempat terjadi pro dan kontra, tetapi pemerintah dengan tegas menyatakan tetap dilaksanakan dengan protokol kesehatan.
Tentu saja pada tahap awal menuai berbagai kritik konstruktif. Tapi karena istana sudah menyatakan sikap, maka Komisi Pemilihan Umum dan Kepolisian RI, menyiapkan berbagai peralatan pendukung untuk mensukseskan pesta demokrasi daerah terakhir. Sebab mulai 204 sudah menjadi “Pemilu Bersama”.
Komite Independen Pemantau Pemilu (KIPP) telah melakukan pengawasan terhadap pelaksanaan Pilkada Serentak 2020 di 270 daerah.
Sekjen KIPP, Kaka Suminta mengatakan terjadi banyak dugaan pelanggaran di Pilkada yang berlangsung pada 9 Desember kemarin.
Pihaknya pun terus melakukan update terkini mengenai dugaan pelanggaran tersebut.
Namun yang menjadi perhatian pihaknya adalah naiknya tren politik dinasti, baik yang terkait dengan pemerintah pusat maupun daerah.
“Calon dari keluarga petahana termasuk keluarga istana terjadi kenaikan,” kata Suminta saat On Air di Radio PRFM 107.5 News Channel, Minggu 13 Desember 2020.
Pergelaran pesta demokrasi kerakyatan pemilihan daerah (Pilkada) 9 Desember 2020. Setelah suara dari istana, Presiden Joko Widodo sebagaimana dikemukakan juru bicara Fadjroel Rachman menyatakan bahwa Pilkada tetap jalan, karena belum ada kepastian Covid-19 kapan berakhir. Apalagi sejumlah negara seperti Singapura, Jerman, Prancis, dan Korea Selatan tetap menggelar Pemilu.
Sementara masyarakat sipil termasuk ormas keagamaan terbesar di tanah air, Nahdlatul Ulama dan Muhammadiyah memberikan pernyataan supaya Pilkada ditunda sampai batas waktu aman dan nyaman, serta tidak mengkhawatirkan terhadap ancaman serangan virus Corona.
Dalam diskusi daring (Webinar) yang diselenggarakan oleh Masyarakat dan Pers Pemantau Pemilu (Mappilu PWI) dengan tema “Menimbang Pilkada 2020 : Tetap 9 Desember 2020 atau Ditunda Demi Keselamatan Bersama” pada Kamis (24/9/2020).
Kepolisian Republik Indonesia resmi menyatakan, tidak akan mengeluarkan ijin keramaian saat Pilkada 9 Desember 2020 mendatang. Demikian diungkapkan Irjen Pol Imam Sugianto saat menjadi salah satu nara sumber
Ditegaskan bahwa Polri sudah berkirim surat baik ke polres Polda, Polres dan Polsek untuk tidak mengeluarkan ijin keramaian saat pilkada 9 desember 2020,Polri juga akan menindak tegas pelaku pelanggaran protokol kesehatan saat pilkada nanti.
Secara nasional Pilkada berlangsung di 270 daerah terdiri atas (9 provinsi, 37 kota, dan 224 kabupaten). Alhasil, dari 16 Kabupaten dan 3 Kota di Jatim, menunjukkan bahwa pemilih ekstrem (seperti cuaca La Nina) mengalami anomali (penyimpangan) dari partai pendukung, lebih memilih figur pasangan calon (Paslon).
Berbeda dengan pelaksanaan Pemilu 2019, Ketua Komisi Pemilihan Umum (KPU) Arief Budiman mengungkap jumlah petugas penyelenggara pemilu total ada 894 petugas yang meninggal dunia dan 5.175 petugas mengalami sakit.
“Ini yang banyak dijadikan diskusi di publik tentang jumlah petugas yang meninggal dan petugas yang sakit. Kami sudah menyelesaikan tugas dan tanggung jawab kita,” kata Arief dalam acara Refleksi Hasil Penyelenggaraan Pemilu Serentak 2019 dan Persiapan Penyelenggaraan Pemilihan Serentak 2020 di Kantor KPU, Menteng, Jakarta Pusat, Rabu (22/1/2020).
Menurut dia, beban kerja di Pemilu 2019 cukup besar sehingga menjadi salah satu faktor banyak petugas yang sakit atau meninggal dunia.
Semwntara itu, Pilkada di masa pandemi, justru belum ada laporan petugas wafat. Walaupun hal itu kemungkinan sangat kecil. Pertama, karena pelaksnaan Prokes. Kedua, kinerja lebih ringan. Dan ketiga, tekanan dari partai dan caleg dengan berbagai taktik dan strategi terfokus. Yang pasti Pilkada berlangsung dengan damai, walau ada riak-riak kecil sebagai bumbu politik. Apalagi memilih pemimpin daerah, memilih “Raja Kecil”.
Sebagaimana dikutip dari rri.co.id bahwa Pilkada 2020 unik dan menarik. Khusus di Jatim dengan peta kekuatan berbeda, dengan hasil di luar perkiraan karena pemilih ekstrem.
1. Pacitan
Paslon, Indrata Nur Bayu Aji SS – Gagarin S.Sos, dengan dukungan (Demokrat 14, Golkar 9, Hanura 3, Nasdem 2, PKS 2. Jumlah = 28 kursi) menunjukkan hasil sangat signifikan dengan perolehan (226.741 / 74,9%)
2. Ponorogo
Paslon, H. Sugiri Sancoko SE MM – Hj Lisdyarita SH (PDI P 4, PAN 3, Hanura 1, PPP 1. Jumlah = 9 kursi) :(352.047 / 61,7%), mampu membalikkan keadaan dengan menggusur petahana Ipong Muchlissoni – Bambang Tri W, walaupun didukung 36 kursi dengan motor Nasdem dan PKB.
Kekalahan petahana Bupati Ipong, merupakan salah satu penguasa tergusur ketika di atas kertas unggul segala-galanya.
3. Trenggalek.
HM Nur Arifin – Syah M. Natanegara (PDIP 9, Golkar 6, Demokrat 5, Gerindra 3, Hanura 2, PAN 2, PPP 1. Jumlah = 28 Kursi) : (260.164 / 68,2%), sebagai
petahana (karena naik dari Wakil Bupati) HM Nur Arifin – Syab M Natanegara dengan dukungan 28 kursi mampu meraup 68 persen karena motor partai mapan PDIP, Partai Golkar dan Demokrat.
4. Kab. Blitar
Paslon, Rini Syarifah – H Rahmat Santoso SH, diluar dugaan menggusur petahana, dengan dukungan (PKB 9, PAN 7. Jumlah = 16 kursi) memperoleh (365.315 / 58,8% )
Bupati petahana dengan 23 kursi dengan kekuatan besar PDIP tergusur. Padahal, Kabupaten Blitar merupakan kandang PDIP.
5. Kab. Kediri
Hanindhito Himawan Pramono – Dewi Maria Ulfa (PDIP 15, PKB 9, Golkar 6, Gerindra 5, PAN 5, Nasdem 4, Demokrat 3, PKS 1. Jumlah 47 kursi) : (590.317 / 76,5%)
sebagaimana perkiraan mesin partai tidak mengalami kesulitan karena melawan kertas suara kosong, dengan perolehan kurang sigjifikan karena hanya mendapat dukungan kursi 47% atau setara 94 persen suara, ternyata hanya memperoleh dukungan 76, 5 persen.
6. Kab. Malang
Paslon, petahana menggantikan Bupati Rendra karena kasus dengan KPK. Drs H Sanusi MM – Drs H Didik Gatot Subroto SH MH dengan dukungan (PDI-P 12; Golkar 8; Nasdem 7; Gerindra 7; Demokrat 1; PPP 2; Jumlah = 37 kursi) setara dengan modal 70 persen lebih, termasuk wilayah atau daerah dengan mode baru. Dimana banyak pemilih ekstrem karena hanya memperoleh suara
(532.805 / 44,2%)
7. Jember
Paslon, H Hendy Siswanto – M Balya Firjaun Hadiaman / Gus Firjaun dengan dukungan (NasDem 8, Gerindra 7, PKS 6, PPP 5, Demokrat 2, Berkarya / Tommy 1 Jumlah = 28 hanya mampu meraih suara (490.587 / 46,6%). Inilah anomali pemilih hanya mendukung figur, bukan fanatik pada partai pengusung.
Sementara petahana dr Faida MMR – Dwi Arya Nugraha (jalur independen) walaupun sukses meraih 31,3 persen, gagal mengunggul Paslon dukungan partai.
8. Banyuwangi
Ipuk Fietandani Azwar Anas – H Sugirah S.Pd M.Si (PDIP 12, Gerindra 5, Hanura 2 kursi, PPP 4 kursi, Nasdem 5. Total = 28 kursi) : (438.946 / 52,6%)
akhirnya persaingan “orang dalam” berakhir dengan kemenangan keluarga besar petahana, istri Azwar Anas, Ipuk Fietandani, menggunduli lawannya dengan memperoleh 52,6 persen atau selisih 5 persen.
Tetapi, karena diduga ada pelanggaran bersifat Terstruktur Sistematik dan Masif (TSM), penetapan kemenangan masih menunggu putusan Mahkamah Konstitusi
9. Situbondo
Paslon, Drs Karna Soewandi MM – Hj Khoirani S.Pd MH (PPP 9, Demokrat 5, PDIP 4) = Jumlah 18 kursi : mampu membalikkan keadaan dengan memperoleh (200.608 / 53,0%)
Perkembangan sampai detik terakhir Paslon Karna S – Khoirani dengan 18 kursi mampu memperoleh 53,0 persen atau selisih persis 5 persen dengan dukungan PKB.
10. Sidoarjo
Paslon, H Muhdlor Ali – H Subandi SH (PKB = 16 kursi) : akhirnya memenangkan dengan selisih suara sekitar 14 ribu dengan jumlah suara
(387.688 / 39,8%)
Pasangan anak muda Muhdlor Ali – Subandi dengan selisih 1,4 persen setara 13.985 suara unggul atas Paslon berpengalaman mantan anggota DPR RI dan politikus PBB.
11. Mojokerto
dr Ikfina Fatmawati M.Si – M Albarra Lc MHum dengan dukungan partai gurem (Nasdem 3, Gerindra 3, PKS 4, Demokrat 5, PAN 2, Hanura 2. Jumlah = 19 kursi) secara meyakinkan mampu menggiring pemilih ekstrem mencoblos fotonya hingga mampu memperoleh (404.805 / 65,2%)