Dengan adanya pengakuan tentang kehadiran dan legalitas golongan fungsional di MPRS (Majelis Permusayawaratan Rakyat Sementara) dan Front Nasional, maka atas dorongan TNI (Tentara Nasional Indonesia) dibentuklah Sekretariat Bersama Golongan Karya, disingkat Sekber Golkar, pada tanggal 20 Oktober 1964 itu. Terpilih sebagai Ketua untuk pertama, Brigadir Jenderal (Brigjen) Djuhartono.
Berikutnya diselenggarakan Mukernas (Musyawarah Kerja Nasional) I, bulan Desember 1965. Dalam Mukernas I ini, terpilih Mayor Jenderal (Mayjen) Suprapto Sukowati. Pada awal pertumbuhannya, sebanyak 291 organisasi yang terhimpun ke dalam Sekber Golkar ini, dikelompokkan berdasarkan kekaryaannya ke dalam 7 (tujuh) Kelompok Induk Organisasi (KINO), yaitu:
1. Koperasi Serbaguna Gotong Royong (KOSGORO).
2. Sentral Organisasi Karyawan Swadiri Indonesia (SOKSI).
3. Musyawarah Kekeluargaan Gotong Royong (MKGR).
4. Organisasi Profesi.
5. Ormas Pertahanan Keamanan (HANKAM).
6. Gerakan Karya Rakyat Indonesia (GAKARI).
7. Gerakan Pembangunan.
Ke tujuh kelompok Induk Organisasi (KINO) inilah yang merupakan awal cikal bakal adanya Sekber Golkar. Dalam perkembangan selanjutnya, tinggal tiga KINO yang bertahan, yakni: Kosgoro, Soksi dan MKGR. Ke tiga organisasi ini, disebut Trikarya yang menjadi “tulang punggung” yang selalu bersama Sekber Golkar.
Sekber Golkar berubah wujud menjadi Golongan Karya yang menjadi salah satu organisasi peserta Pemilu (Pemilihan Umum).
Pada Pemilu pertama dalam pemerintahan Orde Baru Presiden Soeharto, tahun 1971, salah satu pesertanya adalah Golongan Karya dan tampil sebagai pemenang. Kemenangan ini diulangi pada Pemilu-Pemilu 1977, 1982, 1987, 1992, dan 1997. Kejadian ini dapat dimungkinkan, karena pemerintahan Soeharto membuat kebijakan-kebijakan yang sangat mendukung kemenangan Golkar, seperti peraturan monoloyalitas PNS dan sebagainya.
Setelah pemerintahan Soeharto selesai dan reformasi bergulir, Golkar berubah wujud menjadi Partai Golkar. Pada Pemilu 1999 Partai Golkar, tanpa ada bantuan kebijakan-kebijakan yang berarti seperti sebelumnya pada masa pemerintahan Soeharto. Pemilu 1999 yang diselenggarakan Pemerintahan Presiden Habibie, diikuti oleh 48 Partai Politik. Perolehan suara Partai Golkar turun menjadi peringkat kedua setelah PDI-P (Partai Demokrasi Indonesia – Perjuangan).
Keberadaan Partai Golkar yang bertahan hingga sekarang, dalam dunia politik Internasional, dianggap sebagai hal yang unik, bahkan “ajaib”. Betapa tidak, suatu rezim yang berkuasa 32 tahun, kemudian pemimpinnya tumbang, tetapi “partainya” masih tetap bertahan. Itulah Golkar yang menjelma menjadi Partai Golkar. (**)