Selasa, 17 September 2024
27 C
Surabaya
More
    LapsusWawancaraPesan Moral Ketum MUI Jatim Drs. KH. Abdussomad Buchori: Lawan Covid-19, Perbaiki...

    Pesan Moral Ketum MUI Jatim Drs. KH. Abdussomad Buchori: Lawan Covid-19, Perbaiki Akhlak dan Pelayanan

    WAJAR kalau Majelis Ulama Indonesia (MUI) Jatim tetap menjadi panduan dirigen untuk menentukan kebijakan di pusat. Ketua Umum (Ketum) MUI Jatim Drs. KH. Abddussomad Buchori walau usia sudah menapak ke 80 tahun masih tetap tregginas dan bersemangat ketika membahas soal umat, soal tata kelola Negara dan kondisi bangsa yang lagi menghadapi virus Corona (Covid-19).

    Bagaimana pandangan Kiai Abdussomad, juga Ketua Bidang Dakwah MUI Pusat, mengenai momen perayaan Tahun Baru Hijriyah, 1 Muharam 1442 yang masih dalam suasana Indonesia merayakan hari Kemerdekaan ke 75 tahun dan kondisi Negara yang lagi berkecamuk efek demino Covid-19, termasuk adanya deklarasi Koalisi Aksi Menyelamatkan Indonesia (KAMI)? Berikut wawancara WartaTransparansi.com  Makin Rahmat dengan Pak Kiai :

    Assalamu’alaikum Warokmatullahi wabarokatuh ?
    Jawab : Waalaikumsalam warokmatullahi wabarokaatuh.

    Bagaimana keadaan Kiai setelah kunjungan silaturrahmi sebelumnya (Menerima Ketua SMSI Jatim, H. Makin Rahmat, SH, MH) di kediaman ?
    Jawab : Alhamdulillah, binikmatillah. Tetap sehat wal afiat, mudah-mudahan dengan izin Allah SWT bisa memberikan kemaslahatan terhadap umat dalam kiprah MUI sendiri.

    Bagaimana peran MUI secara umum ?
    Jawab : Alhamdulillah, peran MUI dalam mensikapi berbagai persoalan dan permasalahan di lapangan, MUI harus tetap jeli, teliti, tegas, dan jernih dalam mengambil sikap, termasuk menggunakan dalil yang sejalan dengan keberadaan MUI. Artinya, ulama sebagai pewaris para nabi (warostatul anbiya) dan pelayan umat (khadimul ummah), penerus misi yang diemban Rasulullah harus memberikan tanggapan positif dan jawaban kongkrit. Jadi, bukan berhujjah (berpendapat) malah memperkeruh suasana. Sebaliknya, ada gambaran riil, bisa memberikan contoh dan solusi.

    Jelasnya, bagaimana ?
    Jawab : Ingat ya, MUI sejak berdiri 26 Juli tahun 1975, ulama (pengurus MUI) harus memahami kesejarahan, tetap dalam bingkai kehidupan kebangsaan dengan mengembangkan potensi melalui ikhtiar kebajikan sehingga terwujudkan masyarakat yang adil dan makmur dengan meraih ridloNya. Sikap saling memahami, menghormati dalam keberagaman harus tetap mengedepankan persaudaraan (ukhuwah), saling tolong menolong, ta’awun, dan tolerasni (tasamuh). Saya baik dengan umaro, Gubernur, Kapolda, Pangdam dan pejabat terkait ketika berkomunikasi selalu saya sampaikan pentingnya, menjaga keutuhan, kebersamaan. Jangan sampai kepercayaan rakyat memudar.

    Sikap Kiai adanya deklarasi KAMI, apakah kepercayaan rakyat memudar ?
    Itu bagian dari hak warga Negara untuk menyampaikan pendapat dan berkumpul. Tentu punya tujuan. Saya tidak boleh terlalu mencampuri. Memang, kalau situasi saat ini belum mampu dikendalikan, maka kewajiban MUI untuk mengingatkan. Kami sangat tidak menginginkan masyarakat Indonesia terutama umat Islam kehilangan kepercayaannya kepada penyelenggara negara ini, karena sudah beberapa kali masyarakat tercederai dengan disahkannya Peraturan Perudang-Undangan yang kontroversial, seperti UU KPK, UU No. 2 tahun 2020 tentang Pengesahan Perppu Nomor 1 Tahun 2020 menjadi UU, dan UU Minerba yang baru. Jadi, jangan biarkan rakyat kehilangan kepercayaan.

    Dari munculnya kontroversi, yang paling urgen di mana ?
    Jawab : Tidak hanya RUU HIP yang MUI soroti. Ketika kondisi pandemic Covid-19 belum ada tenda-tanda reda, banyak perusahaan melakukan PHK. Tiba-tiba ada kebijakan mendatangkan 500 tenaga asing Sulawesi Tenggara, kami tentu ikut berteriak. Sangat tidak berkeadilan, apalagi pemerintah setempat dan tokoh masyarakat serta ulama menolak. Inilah, bagian dari riak-riak yang harus diwaspadai. Sekali lagi, jangan malah MUI yang menyampai aspirasi rakyat dianggap sebagai pemicu.
    Contoh nyata, ikhtiar dalam mengatasi Covid-19, mengapa mall, plaza, pasar dibuka, sementara tempat ibadah masjid ditutup. Apa ada cluster dari masjid? Kenyataannya, pemerintah sedikit abai. Arah ke new normal juga kurang berjalan. MUI Jatim bikin pernyataan disertai fakta di lapangan. Jadi, saya setuju memakai masker, cuci tangan, fisical distancing, social distancing, tapi berdoa juga sangat perlu, yaitu di tempat ibadah harus tetap beraktifitas.

    Terkait dengan momen Tahun Baru 1442 Hijriyah dan Perayaan HUT RI ke 75 ?
    Jawab : Tentu sebagai bagian warga dan rakyat Indonesia, peran ulama dalam kemerdekaan, termasuk melawan penjajah tak bisa diabaikan. Sekarang Indonesia merdeka sudah 75 tahun, ya para pemimpin harus saling bahu membahu, supaya kapal besar Indonesia tidak oleng. Yang jelas, kita harus bersyukur atas nikmat kemerdekaan yang diberikan kepada bangsa ini (Indonesia). Kita semua harus meningkatkan amal kebajikan agar memberikan kemaslahatan bagi umat.
    Penting lagi, ayo instropeksi diri, muhasabah untuk lebih memahami jati diri kita. Momen kemerdekaan dan tahun baru hijriyah, bangsa harus tetap solid. Kondisi sulit akibat Covid-19, harus kita lawan. Terutama para penguasa, investor, aghniya’ (orang tajir), dan dermawan menggalang kesetiawanan social membantu warga yang lagi terpuruk.
    Pemerintah juga harus lebih bekerja ekstra, lebih sistematis, terencana dan terprogam dalam menangani wabah Covid-1919, agar jumlah korban tidak bertambah dan penanganan terhadap masyarakat terdampak segera diselamatkan. Sehingga tatanan dapat kembali berjalan normal.

    Lantas untuk mengatasi berbagai problem yang saat ini terjadi, bagaimana ?
    Jawab : Ya, mengajak seluruh masyarakat khususnya para tokoh bangsa lebih mengedepankan sikap kenegarawanan, mendahulukan kepentingan bangsa di atas kepentingan pribadi dan golongan, membangun persaudaraan sejati, menciptakan kehidupan masyarakat yang rukun, harmonis, saling menghormati, mencintai dan menolong dalam semangat kebangsaan.
    Ini tantangan bersama, Ayo lawan Covid-19, tapi pelayanan umat tidak boleh kendor. Saya mengimbau kepada elit bangsa untuk menahan diri dalam mengekspresikan hak konstitusionalnya. Dalam menyampaikan pendapat agar tidak membuat suasana semakin panas dan penuh dengan kecurigaan.
    Perbedaan pendapat tidak harus diwarnai dengan saling menjelekkan, memfitnah, menyebarkan hoaks dan ujaran kebencian. Karena hal tersebut selain tidak memberikan pendidikan politik yang baik, juga dapat menimbulkan gesekan dan retaknya bangunan kebangsaan.Ingat, ukhuwah wathoniyah, ukhuwah basyariyah harus tetap terjaga.
    Jadi, mengembangkan sikap toleransi, moderat, seimbang, dan bersikap adil dalam menjalankan ajaran agama. Sehingga tidak terjebak pada pertentangan. Ini penting!

    Ada pesan terakhir Kiai?
    Jawab : Saya ingin menyampaikan, bahwa MUI bersifat keagamaan, kemasyarakatan dan independen. Maka, solusi untuk mengatasi problem yang ada, pemerintah harus berani bersikap. Artinya, dalam menyerap aspirasi apapun, tidak cukup hanya mendengar segilintir orang, ajak diskusi dan musyawarah para ahli di bidangnya.
    MUI sendiri, sebagai wadah ulama, zuama dan cendekiawan punya kewajiban menyampaikan amal ma’ruf nahi munkar, dan menyampaikan fatwa demi kebaikan bersama. Saya yakin, kalau mengendepankan kesejahteraan umat akan tercetak masyarakat berkualitas (khaira ummah). Bila, akhlak masyarakat sudah baik, tidak ada kesulitan mewujudkan Negara yang aman, damai, adil, dan makmur jasmani-rohani sehingga Negara Indonesia menjadi Negara yang baldatun thoyyibatun warobbun ghafur. Sudah cukup ya. Alhamdulillah. (*/ makin rahmat)

    Penulis : Makin Rahmat

    Sumber : WartaTransparansi.com

    COPYRIGHT © 2020 WartaTransparansi.com

    Berita Terkait

    Jangan Lewatkan