Oleh : Siti Arifah, M,Psi
Kita mengenal pasti mengenal dengan guru BK atau bimbingan konseling, Pada era tahun 1980-an dipanggil guru BK , maka pasti siswa dianggap bermasalah. Pada era itu guru bimbingan konseling di sekolah kuat dengan stigma pasti menakutkan dan bertindak seolah sebagai polisi sekolah.
Guru bimbingan dan konseling dengan rekomendasinya mempunyai pengaruh besar pada kelangsungan belajar siswa dalam melanjutkan pendidikan kejenjang yang lebih tinggi yaitu perguruan tinggi yang diinginkan. Pendek kata pada saat itu siswa harus patuh terhadap arahan-arahan yang diberikan oleh guru bimbingan konseling.
Generasi sekarang yang lebih dikenal dengan sebutan generasi Z atau disebut juga generasi milenial. Generasi Z merupakan digital natives yang lahir pada sekitar 1995-an sampai 2009. Menurut BPS (Badan Pusat Statistik), sekitar 50 persen generasi penduduk produktif berasal dari generasi milenial.
Diperkirakan pada tahun 2025 mendatang, generasi milenial ini akan menduduki porsi tenaga kerja di seluruh dunia sebanyak 75 persen (Eugene et al., 2017; dan Rahadian, 2017).
Generasi milenial merupakan generasi yang unik, dan berbeda dengan generasi lainnya. Hal ini banyak dipengaruhi oleh munculnya smartphone, meluasnya internet, dan munculnya jejaring sosial media.
Ketiga hal tersebut banyak mempengaruhi pola pikir, nilai-nilai, dan perilaku yang dianut (Nahriyah, 2017; dan Hariansyah, 2018). Generasi ini memiliki kepercayaan diri untuk sukses, cenderung berperilaku praktis dan ingin bebas.
Survey Nielsen Consumer dan Media view ( CMV ) tahun 2017,menjelaskan generasi Z dengan katagori usia 13 -18 tahun melalui Nielsen Indonesia menemukan bahwa 17 % remaja lebih menyukai internet dibandingkan dengan kegiatan lainya. Kemudian waktu yang dibutuhkan remaja untuk mengakses internet rata rata 2 jam 29 menit.
Semua informasi yang ingin diketahui dengan mudah dan cepat bisa diakses digenggamannya lewat internet yang ada digadjetnya, dengan adanya fasilitas kemudahan dalam mengakses informasi melalui internet, hal ini menyebabkan kominikasi siswa kepada guru berkurang.
Siswa merasa sudah tidak perlu lagi berkonsultasi dengan guru bimbingan dan konseling untuk mencari solusi atas segala permasalahan yang dihadapi siswa. Pemanfaatan media sosial juga digunakan sebagai ajang curhat dan berdiskusi walaupun siswa menyadari media sosial belum mampu menyeleseiakn masalahnya. Tentunya situasi ini semakin menyebabkan siswa enggan berdiskusi secara personal dengan guru Bimbingan dan Konseling.
Guru bimbingan dan konseling pada masa kini dihadapkan pada perbedaan karakteristik tingkah laku antara generasi X atau Y dan generasi Z atau milenial. Perbedaan mulai dari jenis masalah hingga cara menyelesaikannya. Cara penanganannya pun harus berbeda. Karena generasi milenial cenderung lebih akrab dengan perkembangan teknologi.
Menjadi guru bimbingan dan konseling zaman sekarang dituntut untuk selalu mengimbangi dengan tidak hanya menguasai ilmu bimbingan konseling, tetapi juga cara berpikirnya harus lebih luas terutama serta harus mengusasai atau paling tidak mengenal teknologi. Siswa pada generasi milenial banyak memperoleh informasi dari berbagai sumber dan membuat pandangan mereka menjadi tidak terbatas.
Berbagai kondisi tersebut merupakan tantangan bagi dunia pendidikan, dalam hal ini sekolah, khususnya lembaga BK (Bimbingan dan Konseling) yang memegang peran strategis dalam membantu siswa.
Melalui BK, siswa diharapkan menjadi pribadi-pribadi yang sehat, yaitu pribadi yang tetap survive dalam mempertahankan jati dirinya sebagai manusia yang memiliki fitrah sebagai makhluk yang mulia, bermartabat, dan menjalankan fungsi sebagai penopang peradaban kemanusiaan.
Beberapa fungsi BK dalam hal ini, diantaranya, adalah fungsi pemahaman, fasilitasi, penyesuaian, penyaluran, adaptasi, pencegahan, perbaikan, penyembuhan, pemeliharaan, dan pengembangan (aman, 2011; dan Kamaluddin, 2011).
Pertanyaanyq adalah apakah semakin pesatnya perkembangan teknologi dan komunikasi berarti siswa sudah tidak membutuhkan diskusi, masukan dan pendampingan secara intensif dari guru bimbingan dan konseling, ? Pertayaan inilah yang musti dijawab dan sebagai tantangan bagi guru bimbingan dan konseling tentang bagaimana memberikan konseling yang menarik bagi siswa sesuai dengan perkembangan dinamika perubahan zaman sehingga hasil akhirnya menjadikan siswa milenial yang mempunyai karakter dan akhlak yang baik.
Tantangan dan Kondisi Riilnya
Kenyataannya masih ada guru bimbingan dan konseling yang belum mengenal internet, dan kurang mampu memanfaatkan teknologi informasi yang sudah ada, bahkan masih ada guru bimbingan dan konseling yang belum bisa menggunakan komputer sama sekali untuk keperluan sederhana, dalam menunjang penyelenggara tugasnya.
Kondisi seperti ini tentu saja menjadi tantangan yang harus dihadapi dan diseleseikan. Guru bimbingan konseling kini mau tidak mau, siap atau tidak siap harus mau berubah.
Pada situasi normal keseriusan guru bimbingan konseling untuk berbenah menjadi sebuah keharusan, apalagi ditengah kondisi pandemi covid-19 yang semua kita mengetahui bahwa seluruh kegiatan bimbingan dan konseling di sekolah dilakukan berbeda dengan biasanya.
Bila sebelumnya bimbingan dan konseling dilakukan secara langsung klasikal atau tatap muka didalam ruangan, maka pada situasi pandemi ini berubah menjadi konseling on-line.
Kondisi pandemi menyebabkan ada batasan – batasan yang diatur pemerintah pada kegiatan pertemuan atau acara yang dihadiri oleh orang banyak. Sekolah belum boleh melakukan tatap muka, menghindai kerumunan, berkumpul, bergerombol dan saling berdekatan.
Situasi ini menjadi menjadi fenomena baru bagi guru sehingga dituntut untuk menerapkan strategi variatif dan inovatif konseling dengan mengoptimalkan manfaat aplikasi online.
Komitmen dan kerja keras untuk terus mengembangkan diri dan mempelajari keterampilan baru yang sesuai dengan kebutuhan siswa masa kini dan meningkatkan kompetensi sebagai guru bimbingan dan konseling harus dilakukan menuju sikap profesionalisme.
Penguasaan dan pengguanaan teknologi secara kreatif diharapkan membuat konselor sekolah bekerja lebih efisien dan efektif.. Aplikasi konseling yang dilakukan dengan pembuatan program bimbingan konseling sekolah berbasis teknologi adalah mejadi contohnya.
Media bimbingan dan konseling milenial pada masa pandemi
Guru bimbingan dan konseling dituntut untuk melakukan konseling walaupun tidak dengan face to face seperti yang biasanya dilakukan. Pertanyaan selanjutnya adalah media apa saja yang dapat digunakan guru bimbingan dan konseling selama pandemi covid-19? Penulis mencoba berdiskusi dengan guru bimbingan dan konseling yang sudah terbiasa dan dipaksa harus bisa melakukan konseling dalam situasi pandemi,
Media yang pertama yaitu menggunakan media Chat,Instant Messaging dan jejaring sosial. Percakapan ini bisa dilakukan dengan saling berinteraktif melalui teks, maupun suara dan video.
Berbagai aplikasi dapat digunakan untuk chatting, seperti skype, google talk messenger, whatsapp dan juga melalui jejaring seperti facebook, twitter. Media ini dapat dipergunakan dalam memberikan layanan bimbingan kelompok kepada siswa atau konseli dengan mudah bisa dengan model chat dan video call tanpa dibatasi ruang dan waktu.
Media yang kedua yaitu Website/situs bimbingan. Situs ini menjadi alamat untuk melakukan praktek online, sehingga konseli yang ingin melakukan konseling online dapat berkunjung kesitus tersebut. Dan ini salah satu media yang dapat menampilkan informasi teks, gambar, animasi maupun suara yang bisa diakses oleh siapapun termasuk siswa.
Media yang ketiga melaui telephone/Hand phone. Telphone/handphone dapat digunakan untuk menghubungi konselor. Dan konselor dapat mendengar dengan jelas apa yang diungkapkan kliennya melalui fasilitas telphone/handphone. Dengan fasilitas ini pula Konselor dengan cepat dapat merespon apa yang dibicarakan oleh kliennya.
Media yang keempat adalah email. Email merupakan sistem yang memungkinkan pesan berbasis teks untuk dikirim dan diterima secara elektronik melalui komputer ataupun telepon seluler dengan menggunakan account @yahoo, @gmail, @hotmail daan media sejenis yang lainnya.
Serta media yang kelima dengan menggunakan Video conference, atau pertemuan melalui video sehingga konselor bisa melihat secara langsung konselinya.
Dengan meningkatkan kompetensi teknologi yang dimiliki oleh guru bimbingan dan konseling, diharapkan siswa lebih percaya dan senang hati berkonsultasi dengan guru bimbingan dan konseling yang menyenangkan, ramah dan memahami siswa. Kekinian, mengerti trend remaja dan memahami teknologi namun tetap berpegang teguh pada nilai dan norma. Pada akhirnya tidak ada lagi yang namanya polisi sekolah namun diganti dengan sahabat para siswa.
Guru bimbingan dan konseling harus didampingi oleh Asosiasi professional untuk membantu membuat bagaimana assessment, penyusunan program bimbingan dan konseling, bagaimana cara memberikan layanan dengan model online ataupun daring. Sehingga kualitas mereka akan terus meningkat.
Karena proses konseling online bukanlah sebuah proses yang sederhana, diperlukan kemampuan pendukung lain selain ketrampilan dasar konseling, sebagaimana yang dikemukakan oleh Koutsonika (2009)” Konseling online bukanlah sebuah proses yang simple, sebaliknya sebuah proses yang kompleks dengan sejumlah isu yang berbeda dan menantang yang memiliki karakteristik tersediri.
Karena berkenaan dengan etika, masalah penggunaan teknologi, latar belakang pendidikan dan ketrampilan, masalah hukum, bisnis dan masalah manajemen’.
Tidak kalah pentingnya dibutuhkan kesadaran dan kemauan dari guru bimbingan dan konseling itu sendiri untuk terus berusaha meningkatkan kualitas diri demi memberikan pelayanan atau konsultasi yang baik bagi siswa-siswanya. Jika tidak kondisi guru bimbingan dan konseling akan kian terpuruk. (*)
Siti Arifah, M,Psi (Dosen Fakultas Keguruan dan Ilmu Pendidikan Universitas Darul Ulum Jombang)