Alhamdulillah sistem pendidikan Vertual Reality dengan model daring, sudah terlaksana dengan baik. Tentu saja seperti keterangan nilai setiap mata pelajaran di rapot dengan hasil sangat variatif (sangat memuaskan; memuaskan; sedang ; dan kurang ; serta kurang memuaskan). Dan itu secara transparan langsung dirasakan guru, murid/siswa, dan orangtua.
Bagaimana dengan Hardiknas hari ini? Tentu saja tidak mungkin melaksanakan upacara bendera seperti kebiasaan selama ini, mengubah dengan sistem vertual Reality walaupun model daring masih memungkinkan, pasti kurang pas.
Maka jadilah Hardiknas model Corona diperingati dengan pidato rekaman (jika memungkinkan) dan upacara di rumah masing-masing atau di kantor masing-masing, di sekolah masing-masing. Hardiknas model Corona ini tetap masih perlu diperingati, sebab jika dibiarkan guru-guru dan anak didik (mungkin) lupa bahwa masih ada Hari Pendidikan.
Hari Pendidikan Nasional diperingati setiap tanggal 2 Mei, bertepatan dengan hari ulang tahun Ki Hadjar Dewantara, pahlawan nasional yang dihormati sebagai bapak pendidikan nasional di Indonesia.
Ki Hadjar Dewantara lahir dari keluarga kaya pada masa kolonialisme Belanda, dikenal karena berani menentang kebijakan pendidikan pemerintah Hindia Belanda pada masa itu, yang hanya memperbolehkan anak-anak kelahiran Belanda atau orang kaya yang bisa mengenyam bangku pendidikan. Hari pendidikan nasional ini ditetapkan melalui Keppres No. 316 Tahun 1959 tanggal 16 Desember 1959.
Kritik Ki Hadjar Dewantara terhadap kebijakan pemerintah kolonial menyebabkan diasingkan ke Belanda, kemudian mendirikan sebuah lembaga pendidikan bernama Taman Siswa setelah kembali ke Indonesia.
Ki Hadjar Dewantara diangkat sebagai menteri pendidikan setelah kemerdekaan Indonesia. Filosofi sebagai denyut pendidikan nasional tut wuri handayani (“di belakang memberi dorongan”), digunakan sebagai semboyan dalam dunia pendidikan Indonesia. Beliau wafat pada tanggal 26 April 1959. Untuk menghormati jasa-jasanya terhadap dunia pendidikan Indonesia, pemerintah Indonesia menetapkan tanggal kelahirannya sebagai Hari Pendidikan Nasional.
Meskipun bukan hari libur nasional, Hari Pendidikan Nasional dirayakan secara luas di Indonesia. Perayaannya biasanya ditandai dengan pelaksanaan upacara bendera di sekolah-sekolah dan perguruan tinggi, dari tingkat kecamatan hingga pusat, disertai dengan penyampaian pidato bertema pendidikan oleh pejabat terkait.
Tetapi Hardiknas model Corona pada tahun 2020, tanpa upacara bendera, tanpa inspektur upacara, tanpa barisan guru dan murid/siswa dengan pakaian seragam begitu apik, tanpa pembacaan teks pembukaan UD 1945 dan Pancasila, juga tanpa pidato menteri disampaikan oleh rektor gubernur, bupati, camat, kepala sekolah, dan kepala dinas selaku inspektur upacara, baik di kampus, sekolah maupun alun-alun. Dan semua tidak seperti biasa karena Corona.
Filosofi pendidikan Indonesia sebagai pondasi dari KI Hajar Dewantara Tut Wuri Handayani adalah penggalan dari kalimat panjang yang terkenal dari Ki Hadjar Dewantoro, pendiri Taman Siswa, bapak pendidikan kita, yang baris terakhirnya juga menjadi bagian dari logo Departemen Pendidikan dan Kebudayaan Indonesia : Ing Ngarso Sun Tuladha, Ing Madya Mangun Karso, Tut Wuri Handayani. Maknanya lebih kurang : di depan memberi teladan, ditengah membimbing (memotivasi, memberi semangat, menciptakan situasi kondusif) dan dibelakang mendorong (dukungan moral).
Oleh karena itu, pada masa Corona, dengan model Hardiknas berbeda, dengan model pendidikan sudah bergeser, maka gerakan pendidikan nasional murah berkualitas dan tidak ada faktor subyektif karena semua Vertual Reality secara transparan, maka pendidikan sistem ini, sudah saatnya didorong lebih profesional, sehingga anggaran pendidikan dialihkan ke basis digital. Misalnya, uang bantuan, uang keperluan di sekolah, dan uang-uang lain.
Tim kementerian pendidikan dengan merenungkan Hardiknas model Corona, membuat satu analisis sebagai model pendidikan nasional baru bahwa sebagai hadiah Hardiknas 2020, pendidikan dengan basis digital, dipilih dan diputuskan. Sebab lebih merdeka dan lebih profesional, bahkan mampu mengikis siswa miskin dan kaya, karena pemerintah hadir menyelesaikan dengan pemerataan dan kesempatan mendapat peralatan dan jaringan internet tanpa pilih kasih sebagai syarat utama.
Demikian juga anggaran untuk semua siswa wajib belajar, dan mahasiswa kurang mampu mendapat dukungan penuh dari pemerintah maupun bersama masyarakat saling mendukung, sehingga perwujudan “tut wuri Handayani, Ing ngarso sun tuladha, ing madyo mbangun kerso” di era modern dan digital dalam sistem pendidikan insyaAllah semakin berkualitas.
Tentu saja semua yang punya kepentingan meningkatkan mutu pendidikan nasional, sama-sama mempunyai kemauan, kemampuan, dan kesempatan mewujudkan menjadi program pendidikan nasional. Inilah renungan dari Hardiknas model Corona, yang diambil hikmah dan manfaatnya ke depan sebagai model pendidikan yang mendekati sempurna dan berdaya guna bagi anak-anak bangsa.
Kemerdekaan dalam pendidikan nasional, persamaan hak asasi manusia dalam pendidikan nasional, transparansi dalam pendidikan nasional bagi guru, murid/siswa, dan orang serta bermanfaat bagi agama, nusa, dan bangsa. Harapan bersama akan melahirkan generasi anak-anak bangsa hebat bermartabat, dengan mengedepankan akhlaqul karimah. InsyaAllah. (*)