“Tapi tetap waspada, disiapkan hand sanitizer, ada tempat cuci tangan, penyemprotan (disinfeksi) sebagai sebuah ikhtiar,” tandasnya.
Kiai Miftahul Akhmad menegaskan bahwa pemetaan zona secara mendetail ini, juga sebagai ikhtiar untuk menjauhkan prasangka buruk masyarakat kepada Kementerian Agama yang telah menerbitkan surat edaran tersebut. “Nanti ada yang curiga kalau khawatir akan menghabiskan amaliyah ibadah kita. Jangan salahkan kalau tidak dipetakan zonanya,” ujarnya.
Berbeda dengan Salat Tarawih, untuk Salat Idul Fitri, KH Miftachul Akhyar melihat pelaksanaannya lebih kompleks. “Laki perempuan, tua muda keluar semua dan itu (hukumnya) Sunnah. Kalau demi kesehatan dan mengkhawatirkan ya tidak masalah (tidak dilaksanakan),” ucapnya.
“Tapi kalau tidak mengkhawatirkan dan daerah itu masih hijau ya jangan (ditiadakan). Karena ini syiar kita jangan sampai syiar ini mati*,” lanjutnya.
Namun dengan satu syarat, jika tetap ingin melaksanakan Salat Idul Fitri harus tetap berkoordinasi dengan stakeholder setempat. Mulai dari Kodim, Polsek, dan Kecamatan.
Permohonan sekaligus sikap kritis NU meminta pemetaan zona sampai tingkat kampung, merupakan upaya mencari kepastian hukum dengan menampung aspirasi umat Islam yang masih aman melakukan sholat berjamaah ran sholat Jum’at, termasuk sholat Tarawih dan Idul Fitri, supaya tidak terkesan melanggar ketentuan terkait wabah virus Corona atau Covid-19.
Juga ikhtiyar batiniyah supaya umat Islam memohon do’a agar Allah SWT, segera mengangkat virus Corona dan membebaskan sebelum bulan suci Ramadan. Selain itu, sebagai sikap menghargai dan menghormati pemerintah yang berkuasa, supaya lebih profesional dalam menetapkan ketentuan beribadah. Apalagi setiap sholat selalu memenjatkan do’a dan usaha pencegahan dengan banyak membaca dzikir.
Sebagai saran kepada pemerintah yang berkuasa, sebaiknya untuk kegiatan beribadah dibuatkan pemetaan zona sampai pada skala paling kecil di lingkungan masjid atau wilayah masjid. Sehingga terkesan sangat profesional dan menumbuhkan semangat umat untuk bersama memerangi penyebaran Corona.
Juga penyebaran informasi lain yang sangat dibutuhkan membantu pemerintah pemenang kan suasana, sekaligus mencegah penyebaran virus Corona juga menyembuhkan yang sudah positif terinfeksi virus Corona. Juga menghentikan dengan menemukan vaksin terbaik.
Dan memberikan kepastian hukum atas masjid boleh atau tidak melakukan sholat berjamaah dan do’a qunut nazilah berjamaah, merupakan upaya ghoib untuk memohon pertolongan keajaiban dari Allah SWT, sangat membantu meringankan memerangi wabah dan musibah virus Corona.
Apalagi, butir-butir pengamalan Pancasila sila pertama, “KeTuhanan Yang Maha Esa”, sudah jelas, di antaranya Bangsa Indonesia menyatakan kepercayaan dan ketakwaan terhadap Tuhan Yang Maha Esa.
Dan, Manusia Indonesia percaya dan takwa terhadap Tuhan Yang Maha Esa, sesuai dengan agama dan kepercayaan masing-masing menurut dasar kemanusiaan yang adil dan beradab. (Djoko Tetuko)