Wamena Cukup Sampai di Sini

Wamena Cukup Sampai di Sini
Asro Kamal Rokan

“Kami mundur pelan-pelan. Saya pikir bagian dari orang yang rusuh, ternyata mereka menolong kami. Mereka suruh kami masuk ke rumah Mama Manu. Hampir satu jam kami bersembunyi tak bersuara, bersama beberapa warga lain,” ujar Nani.

Hampir satu jam disembunyikan Mama Manu — yang tentu juga siap dengan risiko– Nani Susongki dan beberapa warga yang ikut berlindung, dievakuasi polisi ke Polres Jawijaya. Setelah tiga hari di Polres, Nani bersama keluarganya memilih mengungsi ke Jayapura, dan berencana kembali ke kampung halaman.

Ketua Dewan Adat Papua Domi Surabut salah seorang saksi hidup salah satu kejadian itu. Seperti dilaporkan Repubika, Selasa (1/10), Domi menyaksikan deretan rumah toko (ruko) di Jalan Transpapua dibakar. Sejumlah pendatang masih terjebak di salah satu ruko. Mereka berteriak minta tolong.

Domi dibantu menghadapi perusuh dan meminta mereka tidak membunuh pendatang. Dibantu beberapa warga lokal Wamena lainnya, Domi mengevakuasi tiga pria, satu perempuan, bayi berusia dua bulan ke Gereja Katolik Bunda Maria.

Hingga malam tiba, kata Domi, sekitar 25 pendatang sudah di dalam gereja. Ada pendatang, ada guru-guru, ada juga tenaga medis. Hampir 24 jam para pengungsi berdiam di gereja tersebut. Mereka bermalam dan kemudian keesokan harinya dijemput aparat menuju tempat pengungsian.

Kisah yang menyentuh. Persaudaraan yang ikhlas.

Bara Wamena telah redup. Namun, kehidupan belum pulih. Kekhawatiran masih menyebar. Di sinilah, peran para pemimpin diperlukan, meredakan ketakutan.

Kelompok bersenjata ini harus diakhiri. Masyarakat menanti jaminan tersebut. Ini karena, serangan yang mereka lakukan, tidak sekali ini saja. Mereka telah melakukan pelanggaran kemanusiaan yang luar biasa. Tidak ada tempat lagi bagi mereka. Negara harus tegas soal ini.

Kita berharap ini yang terakhir. Negara dengan segala kekuatan yang dimiliki harus digunakan. Berbagai pendekatan harus dilakukan, tidak saja soal kesejahteraan dan keadilan, tapi juga pendekatan kultural.

Hidup dalam kedamaian adalah warisan untuk hari esok, untuk anak cucu Indonesia. Sebagai warisan, kedamaian dimulai saat ini.