Lahirlah era televisi. Media berubah, manusia berubah, politisi dan politik pun berubah. Tidak ada lagi politisi orator ulung krn televisi tdk mungkin mengutip pidato panjang lebar, yg dibutuhkan adalah sound bite pernyataan pendek yang menggigit. Politisi tdk lagi mengutip referensi2 yg njelimet, mrk belajar memberi pernyataan impromptu yang pendek padat dan tdk merayap. Wawancara radio yg indepth diganti degan wwncara doorstop dgn statemen 10 detik saja.
Lanskap politik berubah. Politisi cum ilmuwan gak punya panggung lagi, muncullah politisi charming, ganteng, camera face dan pintar memberi pernyataan pendek yg quotable, gampang dan enak dikutip. Bintang paling di era teve 1970an adalah john f. Kennedy, ganteng, kaya, pintar ngomong. Dia jadi presiden mengalahkan nixon yang tongkrongannya gak menarik blas.
Nasib bangsa amerika akhirnya membawa mrk punya presiden sejenis donald trump, presiden era medsos, presiden era post truth pasca kebenaran. Anda gak perlu ngomong mengenai kebenaran, yang diperlukan adalah ngomong segala hal yg ingin didengar khalayak, yg sesuai dgn emosi khalayak, bahkan kalau itu adalah kebohongan sah2 saja krn kebohongan sdh tdk ada lagi diganti pasca-kebenaran alias post thruth.
Si donald jagoan post truth, ia menang krn jago memainkan emosi khalayak, ia bicara soal imigran gelap yg merampok pekerjaan org amerika asli, ia bicara soal penjajahan ekonomi cina, ia bicara soal ancaman islam, ia bicara apa saja utk membuat rakyat amerika gemetar ketakutan dan kemudian memilih dia. Semua ancaman itu ilusi kata musuh2 si donald tp rakyat percaya, buktinya dia menang. Itu bukan bohong, itulah post truth.
Di indonesia sama saja. Sekarang adalah era politik medsos dan post truth. Gak ada lg politisi cum intelektual. Yang ada adalah politisi scare-mongerig dan war-mongering yg kerjaannya nakut2i rakyat dengan menciptakan genderuwo2 yg gak jelas, ada genderuwo komunis pki, ada genderuwo cina, ada genderuwo islam militan, ada genderuwo khilafah, dan masih banyak lg berjenis2 genderuwo, _you name it._
Jangan harap ada politisi cum cendekiawan spt zaman dulu yang kaya referensi dan menguasai filsafat dan logika. Yg ada skrg adalah politisi pokrol bambu, politisi kusir dokar yang otot lehernya kuat krn jago ngeyel meskipun argumennya zonk alias kosong.
Di era keberlimpahan informasi spt sekarang para poltisi malah miskin referensi. Berbekal info dari media online trus ditambah brosing dikit2 dari kiai gugel jadilah mrk berdebat di teve spt kusir andong. Benarlah kata Blaudilaard, tsunami informasi gak bikin org makin pinter malah tambah oon, mrk menjadi _al-ruwaibidhah_ si bodoh yg mengatasnamakan umat.
Para politisi karbitan memakai twiter, vlog dan sejenisnya utk mencuitkan suaranya. Seringkali cuitan harus dibikin kontroversial spy jadi heboh. Tujuannya macem2 mulai caper sampai cari sensasi atau sekadar spy nambah follower.
Era politik citra sdh melangkah jauh menjadi era pasca kebenaran.
Anak2 kemarin sore yg tdk ketahuan asal usulnya tiba2 jadi selebritas politik medsos trus jadi jago debat di televisi, tema apapun dia lahap mulai dari politik, ekonomi, sampai agama gak ada matinya. Mereka tahu sekarang era post truth, bohong tidak dosa malah wajib. Ngomong apa saja boleh yang penting nambah follower.
Orang2 kayak gini ini saya sekarang nyaleg, nyabub, nyagub, nyapres…duh! (*)