“Melihat kondisi per-medsos-an, ternyata cukup toxic, akhirnya aku kepikiran untuk bikin aplikasi media sosial, yang mana orang bebas curhat seputar masalah personal yang dihadapi,” sambungnya.
Dalam pengembangannya sejak Riliv didirikan toga tahun silam, Maxi menjalin kerjasama bersama Himpunan Psikologi Indonesia (HIPMI), Pemkot Surabaya, perusahaan Google Business Group (GBG), Kibar dan Koridor. “Walaupun tidak memiliki latar belakang psikologi, saya menggandeng teman-teman yang berlatar belakang pendidikan psikologi untuk ikut mengembangkan dan mendukung aplikasi ini,” terang Maxi.
Terbukti, dengan adanya bantuan dari berbagai pihak, Riliv berhasil menampung sekitar 65 ribu permasalahan orang di Indonesia. Angka yang cukup fantastis membuktikan bahwa aplikasi ini direspon secaraapikdengan jumlah pengguna mencapai 100 ribu orang sejak Riliv dibuat. “Fakta tersebut tentu semakin menguatkan asumsi bahwa ternyata masih banyak masyarakat Indonesia yang membutuhkan jasa psikolog,” pungkasnya.
Tiga tahun Riliv berkembang pesat, tak lepas dari kerja keras yang dilakukan Maxi bersama kawan kawannya dalam mengembangkan aplikasi tersebut. Jatuh bangun juga pernah dirasakan saat awal mendirikan Riliv. Hal itu yang membuat mereka semakin yakin bahwa tidak ada kesuksesan yang diraih secara instan.
Oleh karenanya, Maxi berpesan kepada anak-anak muda di Indonesia khususnya Surabaya agar memanfaatkan waktu untuk hal-hal positif dan jangan membuang peluang yang ada di depan mata. “Terkadang tanpa kita sadari, apa yang sebenarnya dicari ternyata ada di sekitar kita,” pesan Pria alumni jurusan Sistem Informasi Universitas Airlangga (UNAIR) tersebut. (wt)