Beijing – Menteri Pariwisata RI Arief Yahya akan menemui secara khusus Menteri Pariwasata China (CNTA) Li Jinzao di Thailand untuk menyampaikan tentang situasi terkini di Bali yang aman untuk dikunjungi wisatawan.
“Kebetulan kami besok (hari ini) menuju ke Chiang Mai (Thailand) untuk menghadiri ATF (ASEAN Tourism Forum). Sebagai orang Jawa, saya harus bertemu dulu,” kata Arief kepada Antara di Beijing, Selasa (23/1) malam.
Semula Menpar akan menemui orang nomor 1 di CNTA tersebut di Beijing pada Selasa pagi. Namun karena sama-sama akan menghadiri ATF, maka keduanya akan bertemu di ajang tersebut.
Ia menyebutkan beberapa agenda yang akan dibicarakan dengan koleganya di sela-sela ATF di Thailand tersebut.
Apalagi pada tahun 2018, Kemenpar menetapkan target tiga juta kunjungan wisatawan asing dari daratan Tiongkok itu ke berbagai objek wisata di Indonesia.
“Tahun lalu target kami untuk turis daratan Tiongkok saja dua juta. Kalau tidak ada letusan Gunung Agung, mungkin target tersebut sudah tercapai,” ujar Arief ditemui seusai memberikan paparan mengenai potensi objek wisata Nusantara di Ibu Kota China itu.
Dia optimistis target tahun ini tercapai karena Indonesia akan menjadi tuan rumah Asian Games 2018 di Jakarta dan Palembang.
Di ajang olahraga terbesar kedua setelah Olimpiade musim panas itu, Indonesia menargetkan 170 ribu kunjungan wisatawan asing yang terdiri dari 20 ribu atlet dan ofisial ditambah 150 ribu penonton.
Menpar juga menyatakan bahwa kunjungan wisatawan ke Bali berangsur pulih setelah sempat terdampak letusan Gunung Agung di Kabupaten Karangasem yang memaksa penutupan sementara Bandar Udara Interasional Ngurah Rai di kawasan Kuta, Kabupaten Badung, menjelang akhir tahun lalu.
“Sekarang kalau ditotal ada sekitar 150 ribu turis Tiongkok. Jadi sudah normal untuk dikunjungi,” ujarnya.
Penutupan sementara bandara terbesar kedua di Indonesia pada akhir November 2017 itu sempat membuat wisatawan asing, terutama dari China yang ada di Bali panik sehingga mereka yang hendak menuju Pulau Dewata itu membatalkan, menunda, atau bahkan mengalihkan tujuan kunjungan wisatanya.
Kepanikan itu dirasakan oleh wisatawan China yang berangkat sendiri atau melalui biro perjalanan wisata yang tidak memiliki jaringan kerja sama dengan biro perjalanan wisata di Indonesia.
“Oleh karena itu, kami sudah minta bantuan Kedubes China di Jakarta untuk membuat semacam `help desk` atau `contact center` berbahasa China, terutama di bali, baik melalui komunikasi maupun `walk in`. Tempatnya juga sudah kami sediakan di sekitar Pantai Kuta,” katanya.
Ia mengakui bahwa kelemahan utama yang dihadapi Kemenpar, khususnya dalam menghadapi situasi darurat, adalah kurangnya pemandu wisata berbahasa Mandarin.
“Karena itu kami juga telah meminta bantuan Kedubes China di Indonesia dan Konjen China di Bali. Demikian juga kami minta bantuan CNTA untuk mentraining orang-orang Indonesia agar bisa melayani turis dari China. Kalau harus mengirimkan para pemandu ke China, Saya setuju, terutama yang dari Bali,” kata Arief.
Dalam beberapa tahun terakhir, China memberikan sumbangan terbesar kunjungan wisatawan asing ke Indonesia sekaligus menggeser dominasi turis Australia, Jepang, dan Malaysia.
Turis China sangat menyukai objek wisata pantai dan makanan sari laut yang banyak ditemukan di beberapa wilayah di Indonesia.
Penerbangan ke Bali dilayani oleh beberapa maskapai Indonesia dan China dari Beijing, Shanghai, Guangzhou, Chengdu, Xiamen, Shenzhen, dan kota-kota lain di daratan Tiongkok. (kh)