Tawakkal Alalloh (16)

Kajian Ramadhan ini diasuh oleh Univ. Darul Ulum Jombang (hari ke 16)

Tawakkal Alalloh (16)
Abdul Natsir

Oleh: Abdul Natsir – Dosen Univ. Darul Ulum Jombang

Tawakal berasal dari bahasa Arab توكّل yang berarti berserah atau bersabar. Tawakal adalah amalan hati tapi tidak meniadakan gerakan anggota badan, bukan seperti pemahaman yang kliru oleh sebagian orang bahwa tawakal dimaknai dengan meninggalkan usaha dan menghentikan anggota badan dari kegiatan, dengan demikian maka tawakal adalah suatu sikap terpuji seseorang yang menyandarkan hati kepada Allah SWT, berserah kepadaNya yang meliputi berbagai usaha dalam meraih kebaikan, baik di dunia maupun di akhirat dan percaya akan hasil yang terbaik dariNya. Dan setiap yang mengaku dirinya mukmin harus beriman dengan wajibnya sikap tawakkal ini.

Beriman akan wajibnya tawakkal kepada Alloh SWT didasarkan pada firmanNya:
اَللّٰهُ لَآ اِلٰهَ اِلَّا هُوَۗ وَعَلَى اللّٰهِ فَلْيَتَوَكَّلِ الْمُؤْمِنُوْنَ ( التّغابن 13 )
(Dialah) Allah. Tidak ada tuhan selain Dia. Kepada Allah lah hendaknya orang-orang mukmin itu bertawakal.

وَّقَالُوْا حَسْبُنَا اللّٰهُ وَنِعْمَ الْوَكِيْلُ (ال عمرن 173 )
Mereka menjawab, “Cukuplah Allah (menjadi penolong) bagi kami dan Dia sebaik-baik pelindung.”

وَعَلَى اللّٰهِ فَتَوَكَّلُوْٓا اِنْ كُنْتُمْ مُّؤْمِنِيْنَ ( المائدة 23 )
Bertawakallah hanya kepada Allah, jika kamu orang-orang mukmin.”

وَمَنْ يَّتَوَكَّلْ عَلَى اللّٰهِ فَهُوَ حَسْبُهٗ ۗاِنَّ اللّٰهَ بَالِغُ اَمْرِهٖۗ قَدْ جَعَلَ اللّٰهُ لِكُلِّ شَيْءٍ قَدْرًا (الطّلاق 3 )
Siapa yang bertawakal kepada Allah, niscaya Allah akan mencukupkan (keperluan)-nya. Sesungguhnya Allahlah yang menuntaskan urusan-Nya. Sungguh, Allah telah membuat ketentuan bagi setiap sesuatu.
Sikap tawakal ini juga didasarkan pada hadits Rasulullah SAW. Diantaranya :
Pertama, hadits riwayat sahabat Abdullah ibnu Abbas, r.a.dalam kitab shahihaini tentang pertanyaan para sahabat perihal 70 ribu orang yang masuk sorga tanpa hisab dalam sebuah hadits yang panjang Rasulullah SAW. Bersabda:

….هم الذين لا يكتون و لا يسترقون ولا يتطيرون وعلى ربهم يتوكلون , فقام عكاشة بن محصن الأسدي فقال: أنا منهم يا رسول الله ؟ فقال: أنت منهم, ثم قام رجل آخر فقال: أنا منهم يا رسول الله؟ فقال: سبقك بها عكاشة.
“mereka adalah orang-orang yang tidak menggunakan kay, tidak minta diruqyah, dan tidak melakukan tathayyur (pesimis karena sesuatu), dan hanya kepada Tuhan, mereka bertawakkal” Tak lama kemudian Ukkasyah bin Mihshan Al Asadi dating menghampiri beliau lalu berkata: saya termasuk bagian dari mereka Wahai Rasulullah ? Beliau menjawab: kamu termasuk bagian dari mereka. Kemudian seorang laki-laki lain berdiri dan berkata: Saya juga termasuk bagian dari mereka wahai Rasulullah ? Beliau menjawab: kamu sudah didahului Ukkasyah !
Rosul melarang terapi kesehatan dengan media besi yang di panaskan (kay)yaitu dengan menempelkan besi panas (pada daerah yang terluka) atau sejenisnya, agar terhenti atau tidak lagi mengeluarkan darah, hal ini karena ada unsur penyiksaan dan itu membahayakan tubuh, sebab itu Nabi SAW. menganjurkan untuk meninggalkan terapi cara kay karena khawatir terjadi hal yang berbahaya. Masih banyak cara terapi yang baik dan aman.

Nabi juga melarang tathoiyyur yaitu rasa pesimis atau sial lantaran mendengar atau melihat sesuatu seperti misalnya dengan cara mengurung atau melepas burung lalu menghubungkannya dengan kesialan dan bahaya yang akan terjadi bila tetap keluar rumah atau melaksanakan keperluan dimana kalau burung itu bergerak ke kanan berarti pertanda baik dan kalau bergerak ke kiri berarti pertanda buruk sehingga tidak jadi pergi, karena semua itu adalah perbuatan jahiliyah. Mereka berarti tidak menyandarkan bahwa Alloh yang mengatur segala urusan.

Nabi juga melarang seseorang minta di ruqyah yaitu di jampi-jampi dengan bacaan seperti mantra-mantra, kalimat-kalimat yang ditujukan kepada selain Alloh seperti jin, berhala, benda atau makhluk lainnya, karena itu berarti menyandarkan kesembuhan kepada selain Alloh yang merupakan Penyembuh yang sebenarnya.

Adapun Ruqyah yang diperbolehkan adalah quryah yang tidak bertentangan dengan syariat umpamanya dengan bacaan ayat-ayat al Qur’an, hadits-hadits Nabi, atau dzikir dan doa-doa yang berbahasa arab, atau dengan asma’ Alloh. Didalam banyak riwayat hadist Nabi sendiri juga melakukan ruqyah, seperti hadits riwayat Aisyah r.a. beliau melakukan praktik ruqyah setiap kali hendak tidur yaitu beliau meniupkan kedua tangannya setelah membaca surah mu’awwidzaat (surah Al Ikhlash, Al Falaq dan An Naas) lalu mengusapkan kedua tangannya kepada tubuhnya.

Orang-orang yang tidak berobat dengan kay, tidak melakukan tathaoyyur serta tidak minta diruqyah dikabarkan oelh Rasulullah SAW. akan masuk surga karena sikap tawakal mereka kepada Alloh SWT.

Kedua, hadits Riwayat sahabat Zubair bin Awwam r.a. dalam kitab shahihaihi juga:
عن الزبير بن العَوَّام -رضي الله عنه- مرفوعاً: «لأَن يأخذ أحدكم أُحبُلَهُ ثم يأتي الجبل، فيأتي بِحُزْمَة من حطب على ظهره فيبيعها، فَيَكُفَّ الله بها وجهه، خيرٌ له من أن يسأل الناس، أعْطَوه أو مَنَعُوه
Dari Az-Zubair bin Al-‘Awwām -raḍiyallāhu ‘anhu- secara marfū’, “Sungguh seandainya salah seorang di antara kalian mengambil beberapa ‎utas tali, lalu ia pergi ke gunung, kemudian ia kembali dengan memikul ‎seikat kayu bakar dan menjualnya, sehingga dengan hasil itu Allah ‎mencukupkan kebutuhan hidupnya. Itu lebih baik baginya daripada ‎meminta-minta kepada sesama manusia, baik mereka memberinya ataupun ‎tidak.”‎

Sikap tawakal dengan melakukan usaha semampunya sampaipun harus mendaki gunung untuk mengais rizqi dengan hasil yang tidak seberapa itu jauh lebih mulya dimata Alloh dibanding berpangku tangan dan hanya mengharapkan bantuan orang lain yang justru merupakan perbuatan tercela atau makruh.
Ketiga, hadits shahih Bukhari:
عَنِ الْمِقْدَامِ رَضِي اللَّهم عَنْه عَنْ رَسُولِ اللَّهِ صَلَّى اللَّهم عَلَيْهِ وَسَلَّمَ قَالَ: مَا أَكَلَ أَحَدٌ طَعَامًا قَطُّ خَيْرًا مِنْ أَنْ يَأْكُلَ مِنْ عَمَلِ يَدِهِ وَإِنَّ نَبِيَّ اللَّهِ دَاوُدَ عَلَيْهِ السَّلَام كَانَ يَأْكُلُ مِنْ عَمَلِ يَدِهِ. رواه البخاري
Dari al-Miqdam Radhiallahu ‘anhu, bahwa Rasulullah shallallahu ‘alaihi wasallam bersabda: “Tidaklah seorang (hamba) memakan makanan yang lebih baik dari hasil usaha tangannya (sendiri), dan sungguh Nabi Dawud ‘alaihissalam makan dari hasil usaha tangannya (sendiri)”