Tajuk  

NU, Wali Songo, Radikalisme dan Piagam Madinah

NU, Wali Songo, Radikalisme dan Piagam Madinah
Djoko Tetuko

Oleh Djoko Tetuko – Pemimpin Redaksi WartaTransparansi

Nahdlatul Ulama (NU) lahir ketika umat Islam seluruh dunia sangat membutuhkan penyelamatan situs peninggalan Nabi Muhammad Shollahu alaihi Wassalam, organisasi masyarakat keagamaan ini juga menjadi salah satu ormas dibentuk dengan langkah awal perlawanan terhadap penjajah.

Bahkan, menjadi penguatan lembaga pendidikan tradisional di pondok pesantren dengan berbagai perjuangan mendidik anak-anak bangsa, memahami dan memberi pengertian masalah agama. Juga menjadi penguatan para santri membekali keilmuan sebagai bekal keimanan dan ketakwaan menjaga kedaulatan bangsa dan nusantara.

Kini ketika Ikatan Sarjana Nahdlatul Ulama (ISNU) Jawa Timur mengusulkan memperkuat ajaran ahlusunnah di ranah publik, maka itu sesungguhnya penguatan ajaran Wali Songo ketika menanamkan “kebudayaan nusantara” terutama “kebudayaan Jawa” dalam amal sholeh.

Sebagaimana usulan Prof Mas’Ud Said dalam forum rapat Komisi Program Kerja Munas dan Kombes NU di Jakarta yang dibuka Wakil Presiden RI, KH Prof Ma’ruf Amin, Sabtu (25/9/2021), mengingatkan agar proliferasi (pengembangan ideologi) tidak mengarah pada radikalisme membumikan ajaran ahlusunnah.

Sesungguhnya ahlusunnah secara tidak langsung sudah massif dalam kehidupan sehari-hari Nahdliyin (penganut NU). Tetapi memang belum menyeluruh dengan budaya yang sama dan memahami dengan pengertian yang sama. Dimana beberapa amal ibadah selama ini ialah sebuah penguatan dan upaya menyempurnakan amalan ibadah saat dikenalkan para Wali Songo. Dimana ketika itu,  mengenalkan dan mengimankan bangsa Indonesia (setelah mendapat hidayah secara massal).

Kekuatan ajaran Wali Songo, bukan semata-mata langsung pada praktik beramal sholeh secara kaku. Tetapi melalui berbagai pendekatan dengan tetap menjaga Al-Qur’an dan As-Sunnah dalam kehidupan secara nyata, lebih menyesuaikan dengan keadaan atau budaya daerah masing-masing.

Sementara itu, Radikalisme (dari bahasa Latin radix yang berarti “akar”) adalah istilah yang digunakan pada akhir abad ke-18 untuk pendukung Gerakan Radikal. Dalam sejarah, gerakan yang dimulai di Britania Raya ini meminta reformasi sistem pemilihan secara radikal. Gerakan ini awalnya menyatakan dirinya sebagai partai kiri jauh yang menentang partai kanan jauh. Begitu “radikalisme” historis mulai terserap dalam perkembangan liberalisme politik, pada abad ke-19 makna istilah radikal di Britania Raya dan Eropa daratan berubah menjadi ideologi liberal yang progresif.

Radikalisme di Indonesia, seperti tidak ada tujuan kecuali mengacaukan kehidupan berbangsa dan bernegara. Dengan mengalihkan ajaran ahlusunnah dibelokkan ke ajaran lain dengan dalil seakan-akan lebih benar dan memberi jaminan menuju surga. Bahkan menggunakan kata “neraka” untuk membuat seakan-akan ajaran radikal lebih benar.