Oleh : Edi Sudarjat (Analis Politik & Media)
Beberapa hari ini media massa menyorot tajam Menteri Sosial (Mensos) Juliari P. Batubara sebagai menteri yang bakal direshuffle, lantaran tudingan lambannya penyaluran bantuan sosial (bansos).
Pada Senin (29/6/2020) Juliari menjelaskan, “Penyaluran Bansos masih on the track sampai dengan 14 Juli… Untuk beberapa program bansos yang ada di kementerian lain, saya nggak bisa komentari.”
Soal reshuffle, tanya wartawan? “Itu wilayah Presiden,” jawab Juliari lagi.
Partai Demokrasi Indonesia Perjuangan (PDIP) segera membela Juliari. Ketua DPP PDIP Eriko Sotarduga menegaskan, “Kemensos cepat responsnya, tapi tentu tidak bisa sembarangan karena itu _kan_ dana dari masyarakat juga,” ujar Eriko kepada media massa di Kompleks Parlemen, Senayan, Jakarta, Selasa, 30 Juni 2020.
Menteri Keuangan Sri Mulyani Indrawati juga memberi penjelasan, yang secara tak langsung membela Ari. Ia menyatakan pencairan Bansos dilakukan bertahap setiap bulan, sampai Desember 2020. “Jadi sebetulnya kalau pencairan _nggak_ akan 100 persen sekarang ini,” kata Sri Mulyani dalam konferensi pers virtual Badan Nasional Penanggulangan Bencana (BNPB), Selasa, 30 Juni 2020.
Rupanya pengetahuan publik terhadap integritas, kapabilitas, dan genealogi Juliari Batubara memang minim, sehingga dengan mudah menduga kinerjanya buruk dan berspekulasi akan direshuffle.
Di dalam tubuh DPP PDIP sendiri, sosokJuliari terbilang langka. Ia mewarisi integritas dan kapabilitas ayahnya, almarhum Albertus Peter (A.P.) Batubara, seorang pengagum Bung Karno, yang pernah menjadi pengurus Partai Nasional Indonesia (PNI), kemudian menjadi Wakil Ketua DPD PDI DKI Jakarta (1974-1978), lalu diminta duduk sebagai penasihat di Majelis Pertimbangan Partai PDIP (2010-2015).
Sebagai politisi dan pengusaha, almarhum A.P. Batubara dikenal sebagai seorang pemberani dan lurus. Karyawannya dan warga di sekitar pabriknya di Bekasi, senantiasa menyebut namanya dengan hormat; tak lain karena pemihakannya kepada orang kecil. Riwayat hidup almarhum A.P. Batubara memang seperti dongeng tentang kejujuran dan integritas seorang politisi; padahal itu nyata. Saksi-saksi hidup tentang sepak terjangnya masih banyak dan dapat ditanyai hingga sekarang.
Boleh jadi itu sebabnya Juliari lurus saja melaporkan dana kampanyenya sebagai calon anggota legislatif (caleg) pada 2014 di Jawa Tengah sebesar Rp4 miliar. Sementara caleg lain umumnya melaporkan hanya Rp250 juta sampai Rp500 juta. Beberapa pengurus partai menegurnya karena “angka kejujuran” Juliari itu. Ia tersenyum saja menanggapinya.
Dalam beberapa kesempatan, ia mengatakan, “Saya juga suka duit. Tapi waktu mau ambil, wajah bapak saya muncul di mana-mana!”