Opini  

Hardiknas Model Corona

Hardiknas Model Corona
Djoko Tetuko Abdul Latief

Oleh Djoko Tetuko (Pemimpin Redaksi WartaTransparansi)

TANPA terasa penanggalan Masehi sudah memasuki tanggal 2 Mei, dan itu ibarat hari suci bagi negeri ibu pertiwi, karena seluruh negeri sepakat memperingati sebagai Hari Pendidikan Nasional (Hardiknas).

Hari dimana Indonesia menyatakan bahwa pendidikan menjadi bagian paling penting dan utama, dalam pembangunan bangsa dan negara, sehingga membolehkan penggunaan APBN atau APBD hingga 20 persen dari total anggaran, walaupun nyatanya mungkin masih jauh api dari panggang.

Dalam suaaana keprihatinan sangat mendalam, dunia pendidikan sudah sejak “Corona jingkrak-jingkrak” di seluruh nusantara, bahkan dunia, lebih dahulu mengambil model pendidikan jarak jauh dengan basis digital.

Pendidikan model normal dalam kelas, dengan hadir ke sekokah dengan jam cukup ketat, dengan kekuasaan guru di atas kekuasaan siapa saja, ditinggalkan sementara.

Proses Belajar Mengajar (PBM) diubah menjadi pendidikan dengan menanamkan kemerdekaan bagi guru, siswa, dan orangtua. Dimana diberlakukan sistem virtual, atau lebih keren Virtual Reality. Sekaligus model pelaksanaan dalam jaringan (daring), sehingga lebih efektif dan efisien. Bahkan jauh lebih modern.

Virtual sendiri menurut Kamus Bahasa Indonesia, memiliki arti dekat, sedangkan ‘reality’ berarti hal-hal nyata yang kita alami sebagai manusia. Dengan demikian, dapat disimpulkan bahwa sistem pendidikan Virtual Reality model daring berarti ‘mendekati kenyataan’.

Untuk orang-orang yang tinggal berjauhan, Virtual Reality dapat menjadi salah satu cara alternatif untuk bertemu, untuk saling komunikasi. Apalagi aplikasi daring terus berkembang dan semakin mendekati Virtual Reality dalam jumlah besar.

Wow … inilah barokah dari Corona pendidikan kita tetap terjaga dan lebih demokratis juga insyaAllah bermarwah karena mencakup semua aktifitas langsung antara guru, orangtua dan siswa dalam satu kesatuan PBM, maka jadilah pendidikan mendekati sempurna.

Sebagai penguatan sistem pendidikan Virtual Reality model daring, Menteri Pendidikan dan Kebudayaan Nadiem Makarim menerbitkan Surat Edaran Nomor 4 Tahun 2020 tentang Pelaksanaan Kebijakan Pendidikan dalam Masa Darurat Penyebaran Coronavirus Disease (Covid-19).

Dalam surat edaran yang diteken Selasa, 24 Maret 2020 itu, tidak ada Ujian Nasional 2020 sebagai syarat kelulusan dan masuk jenjang pendidikan yang lebih tinggi. Selain itu, juga membuat beberapa aturan terkait pelaksaan ujian sekolah. Inti dari kebijakan menteri ialah Ujian Sekolah untuk kelulusan dilaksanakan dengan ketentuan sebagai berikut:

Pertama, Ujian Sekolah dapat dilakukan dalam bentuk portofolio nilai rapor dan prestasi yang diperoleh sebelumnya, penugasan, tes daring, dan/atau bentuk asesmen jarak jauh lainnya; Kedua, Ujian Sekolah dirancang untuk mendorong aktivitas belajar yang bermakna, dan tidak perlu mengukur ketuntasan capaian kurikulum secara menyeluruh; Dan, ketiga, Sekolah yang telah melaksanakan Ujian Sekolah dapat menggunakan nilai Ujian Sekolah untuk menentukan kelulusan siswa. Bagi sekolah yang belum melaksanakan Ujian Sekolah berlaku ketentuan sebagai berikut:

1) kelulusan Sekolah Dasar (SD)/sederajat ditentukan berdasarkan nilai lima semester terakhir (kelas 4, kelas 5, dan kelas 6 semester gasal). Nilai semester genap kelas 6 dapat digunakan sebagai tambahan niiai kelulusan;

2) kelulusan Sekolah Menengah Pertama (SMP)/sederajat dan Sekolah Menengah Atas (SMA) / sederajat ditentukan berdasarkan nilai lima semester terakhir. Nilai semester genap kelas 9 dan
kelas 12 dapat digunakan sebagai tambahan nilai kelulusan; dan

3) kelulusan Sekolah Menengah Kejuruan (SMK) / sederajat ditentukan berdasarkan nilai rapor, praktik kerja lapangan, portofolio dan nilai praktik selama lima semester terakhir. Nilai semester genap tahun terakhir dapat digunakan sebagai tambahan nilai kelulusan.