Penulis Ahmad Setiawan, SH, MH
(Advokat, Praktisi Hukum, Managing Partner AS LAW FIRM
Koordinator LBH NO VIRAL NO JUSTICE Magetan)
Beberapa hari yang lalu ada kejadian menarik Ketika seseorang yang diduga Orang Dalam Gangguan Jiwa (ODGJ) melakukan perusakan banner di kantor kelurahan dan sebuah kantor DPC partai politik.
Sempat terekam oleh kamera warga dan akhirnya dilaporkan ke pihak kepolisian. Tindakan terduga tersebut seharusnya menjadi sebuah tindak pidana dikarenakan sangat jelas terpampang pelaku dikamera video yang beredar di masyarakat. Apakah Tindakan orang yang diduga pelaku tersebut bisa dipidanakan meski dia diduga mengidap penyakit jiwa?
Pasal 44 ayat (1) Kitab undang undang hukum pidana (KUHP) menyatakan” Barang siapa yang melakukan perbuatan yang tidak dapat dipertanggungjawabkan kepadanya karena jiwanya cacat dalam pertumbuhan atau terganggu karena penyakit,tidak dipidana”. Pada ayat (2) menyatakan “ Jika ternyata perbuatan itu tidak dapat dipertanggungjawabkan kepada pelakunya karena pertumbuhan jiwanya cacat atau terganggu karena penyakit, maka hakim dapat memerintahkan supaya orang itu dimasukkan ke rumah sakit jiwa paling lama satu tahun sebagai waktu percobaan”.
Merujuk pasal 44 ayat 1 tersebut maka jelas disini bahwa ODGJ tidak bisa dipidanakan . Kenapa demikian? Karena orang dalam gangguan jiwa dianggap tidak memiliki kemampuan untuk mengendalikan diri, memahami akibat dari perbuatan yang dilakukan, atau memiliki niat jahat yang menjadi syarat dalam hukum pidana.
Dalam istilah pemidanaan dikenal istilah pembalasan dan penjeraan, maka ini tidak akan bisa dilakukan kepada orang yang terkena gangguan kejiwaan, karena mereka dianggap tidak mampu mengenal dan memahami konsep hukuman.
Dalam konteks pemidanaan tiap perbuatan yang melanggar hukum dan membawa kerugian kepada orang lain maka mewajibkan orang yang menimbulkan kerugian tersebut karena kesalahannya untuk menggantikan kerugian tersebut. Maka ODGJ dinyatakan sebagai orang yang tidak cakap hukum.
Pertanyaanya adalah siapa yang bisa memutuskan apakah orang tersebut bisa di pidanakan atau tidak? Pada pasal 44 ayat 2 KUHP disampaikan bahwa hakim lah yang berhak menentukan apakah orang tersebut dinyatakan punya penyakit jiwa yang bisa dikenakan Tindakan medis atau rehabilitasi jiwa.