JEMBER (WartaTransparansi.com) – Layanan perijinan di Dinas Lingkungan Hidup (DLH) terintegrasi langsung dengan Dinas PTSP seperti
di kemukakan Kepala Bidang tata Lingkungan (Taling)DLH Jember Lily Rismawati.
Selanjutnya Kabid Taling menjelaskan bahwa sebenarnya proses perijinan lingkungan hidup bisa tidak lambat asal ada komunikasi secara intens antara pelaku usaha (pemrakarsa), penyusun dokumen dan DLH.
Di ketahui pula saat ini semua perijinan semuanya tersistem melalui Online Single Sub mission(OSS) sekarang di sebut Dinas PTSP dengan program Jember Layanan Izin Terpadu (Jelita), terangnya
“Artinya semua permohonan awal pintu masuk ditujukan pada dinas PTSP, selanjutnya operator akan lakukan verivikasi dokumen,dan setelah itu diteruskan ke operator DLH selanjutnya akan dilihat kelengkapannya, jelasnya.
Setelah di nyatakan tercukupi syaratnya,baru bisa diproses, jelasnya.
Menurutnya terkait substansi akan ada pemeriksaan administrasi, disitu akan dilihat substansi dokumen UKL UPL dan itu perlu dilakukan verivikasi lapangan untuk mencocokkan antara dokumen yang dimohonkan dengan kondisi dilapangan, ungkapnya.
Setelah verifikasi lapangan dilakukan akan di lanjutkan dengan sidang pembahasan dokumen UKL UPL karena dalam dokumen bersifat mandatory , jelasnya
Lanjutnya, dan itu harus melibatkan stakeholder terkait antara lain PTSP, Cipta Karya, Bina Marga, Satpol PP, Dinas perhubungan, Disnaker dan DLH.
“Di DLH sendiri ada 3 bidang terintegrasi dalam dokumen lingkungan terkait diantaranya PERTEK IPAL (Persetujuan Teknis Instalasi Pengolahan Air Limbah) dan RINTEK (Rincian Teknis) harus ada dulu sebelum ke dokumen. Itu semua terintegrasi dan menjadi prasyarat, ada yang harus tapi tidak jadi prasyarat.
Lebih lanjut Kabid Taling juga menjelaskan yang menjadi prasyarat awal persetujuan lingkungan yaitu PKKPR ( Persetujuan Kesesuaian Kegiatan Pemanfaatan Ruang), PERTEK Amdalalin, termasuk Pertek IPAL dan Rintek, setelah itu masuk ke dokumen lingkungan.
“Ketika Pertek IPAL sudah diterima harus segera diurus untuk SLO nya untuk layak operasional, katanya.
Dari Pertek langsung SLO dibidang PPKL (Pengendalian Pencemaran dan Kerusakan Lingkungan), terang Lily Rismawati.
Sedangkan kaitan sinergitas disidangkan, PKKPR dan Amdalalin diproses pemeriksaan substansi, ada masukan saran masing-masing OPD pada saat pemeriksaan dokumen UKL UPL, dokumen yang dinilai.
“Saat menilai sebelumnya sudah diberikan format saran masukan untuk diisi semua OPD,dan saat sidang ada 2 opsi yaitu diterima atau dikaji ulang untuk perbaikan, urainya.
Namun demikian kebanyakan pemrakarsa tidak menyusun sendiri terkait dokumen, biasanya konsultan yang punya kompetensi membantu menyusun dokumen UKL UPL. Dokumen lingkungan ini bisa teruji pada saat ada masalah, kalau tidak ada masalah baik-baik saja, ungkapnya.
Karena DLH ini merupakan penjaga terakhir terkait lingkungan. Perumahan setelah selesai mengembangkan terjual ada PSU ke Pemkab Jember dan selanjutnya menjadi tanggungjawab Pemkab.
Sementara itu jika ada gugatan masalah kembali lagi pada DLH. Jadi kita mengutamakan kualitas bukan menghambat perijinan.
Bisa cepat tapi dibantu prosesnya dengan dukungan data, masalahnya data yang dibutuhkan kadangkala selalu berganti-ganti dari pengusaha atau konsultan.
“Contoh,pada saat sidang unit rumah dilaporkan 32 unit tetapi saat ke lapangan jumlahnya berbeda. Seharusnya antara pembangunan dan pengembangan dilingkup satu luasanya, pungkas Lily Rismawati. (*)