SURABAYA (Wartatransparansi.com) – Dinas Pemadam Kebakaran dan Penyelamatan (DPKP) Kota Surabaya melakukan pemetaaan wilayah padat peduduk dan siagakan seluruh petugas dan unit kendaraan selama 24 jam. Ini sebagai langkah pencegahan risiko terjadinya kebakaran di permukiman warga.
Kepala DPKP Kota Surabaya, Laksita Rini Sevriani menjelaskan, selama tahun 2023 tercatat 793 kasus kebakaran telah ditangani oleh DPKP Surabaya. Di antaranya, 121 penanganan kebakaran berasal dari bangunan, yaitu perumahan, industri, umum dan perdagangan. Sebanyak 18 penanganan kebakaran lainnya berasal dari kendaraan, dan 654 berasal dari non bangunan atau ruang terbuka seperti kebakaran alang-alang dan sampah.
Di tahun 2023, kasus kebakaran didominasi oleh non pemukiman, yakni diakibatkan oleh fenomena El-Nino, di mana bencana kebakaran terjadi di lahan terbuka. Karenanya, sosialisasi dan mitigasi terus dilakukan di lingkungan pemukiman, pendidikan, dan perkantoran.
“Dalam hal ini sosialisasi dan mitigasi terus dilakukan melalui rayon dan pos. Kami juga menyediakan kunjungan bagi wisata pemadam kebakaran cilik (Wisdamcil) bagi Paud dan TK. Serta memberikan pelatihan mitigasi kepada guru Paud,” kata Laksita Rini.
Sementara terkait respon time 7 menit yang diterapkan oleh DPKP Surabaya, lanjut Laksita, adalah untuk meminimalisasi adanya korban dan kerugian akibat bencana kebakaran.
“Respon time 7 menit, kita sudah berada di lokasi. Jadi peran warga dalam 3 menit awal sangat diperlukan,” ujarnya.
Dan untuk mencapai respon time 7 menit, lanjutnya, DPKP Surabaya telah melakukan pemetaan wilayah padat penduduk. Pemetaan ini dilakukan untuk mengatur jarak antara proses pemadaman kebakaran dengan rumah warga. Jika jarak rumah warga lebih dari 200 meter dengan jalan utama, maka DPKP Surabaya berencana membuat hidran kering di tahun 2024, serta menambah sumur dan pos pemadam di Kecamatan Margorejo dan Kecamatan Lontar Kota Surabaya.
Selanjutnya, DPKP Surabaya juga berpatroli untuk menemukan spot atau titik lokasi yang berpotensi menimbulkan bencana kebakaran.
“Jadi yang jalannya sempit, kita membutuhkan selang yang panjang, maka membutuhkan waktu yang juga panjang. Itu dapat menimbulkan korban jiwa sehingga kita usulkan akan membuat hidran kering. Dengan adanya hidran kering di lokasi itu maka akan memudahkan pemadaman,” terangnya.





