Oleh sebabnya, Syamsul menegaskan pembangunan tanggul laut secara menyeluruh saat ini belum bisa direalisasikan. Terlebih, pembangunan tanggul laut bersifat kompleks dan tidak semua wilayah pesisir membutuhkan.
“Seperti di wilayah barat, Kalianak dan lain sebagainya, itu sebetulnya sudah ada tanggulnya. Bukan tanggul laut namanya, tapi itu sudah proteksi terhadap air laut,” jelasnya.
Selain itu, Syamsul mengungkap bahwa sebagian tanah di wilayah barat Surabaya telah ditinggikan oleh pengembang. Dengan demikian, Pemkot Surabaya tinggal melengkapi infrastruktur pengendalian air.
“Karena di sana kebanyakan tanahnya itu milik pengembang-pengembang dan pergudangan. Dan itu sudah otomatis ditinggikan oleh mereka, sehingga kita tinggal melengkapi saja,” sebutnya.
Sementara terkait fungsi bozem, Syamsul menjelaskan jika fasilitas ini sangat efektif sebagai tempat penampungan sementara air dari darat saat bersamaan dengan pasang air laut.
“Kalau hujan, air masuk ke bozem, kemudian dipompa ke laut saat pasang. Tapi kalau surut, air dari bozem bisa langsung mengalir, gravitasi dibantu pompa juga, jadi dua kali kecepatannya lebih cepat,” jelasnya.
Ia menuturkan bahwa Surabaya memiliki tiga bozem utama, yaitu Bratang, Kalidami, dan Morokrembangan. Masing-masing bozem tersebut mampu menampung hingga 80 ribu meter kubik air. Ketiga bozem itu mampu sementara menampung air saat hujan deras, tinggal kekuatan pompa yang harus dioptimalkan. (*)





