Batu  

Petani Tak Lagi Tergantung Tengkulak, Ini Kemajuan

Petani Tak Lagi Tergantung Tengkulak, Ini Kemajuan
Praktisi Pertanian Perintis Agrowisata Indonesia terkemuka, Edy Antoro

Lepas dari tengkulak inilah yang menginspirasi EA melakukan transformasi agrowisata. Dalam buku “Republik Agro Perjalanan Hidup Edy Antoro” yang terbit tahun 2014, disebutkan, saat menjual hasil panen apelnya EA merasa ngenas karena harganya sangat murah tak sepadan dengan biaya yang dikeluarkan untuk budidaya apel. Rendahnya harga itu karena posisi tawarnya di hadapan tengkulak sangat lemah.

Akhirnya melahirkan ide menjual produknya dalam kemasan wisata petik apel. Turis datang untuk memetik apel. Dekade 1990 sampai awal tahun 2000-an jadi boming, dan wisata petik apel jadi ikonik Kota Batu.

Ternyata keuntungannya jauh lebih besar dibanding dijual secara konvensional. Adapun buah apel yang kecil-kecil sisa petik dibuat minuman sari apel yang tetap eksis hingga sekarang.

EA yakin dengan perubahan ini, kehidupan petani di masa mendatang akan semakin baik. Kebutuhan sayur yang sehat semakin meningkat.

Yang menjadi tantangan, katanya, adalah meningkatkan daya saing termasuk dengan supermarket.

Ditanya tentang budidaya apel di wilayah Kota Batu sekarang, EA mengakui sangat berat akibat perubahan iklim.

Dia contohkan, tahun 1980-an apel bisa dibudidayakan di ketinggian 450 m dpl seperti di daerah Beji. Sekarang di ketinggian 1050 m dpl seperti di kawasan Kusuma Agrowisata sangat berat. Sekarang harus di ketinggian 1.300 m dpl.

Apalagi budidaya apel itu biaya tinggi. Petani kecil cukup keberatan. Apalagi lahan-lahan mereka semakin sempit karena proses involusi pertanian akibat sistem pewarisan. (ANO/AIS)