Aksi bertajuk “Rakyat Jatim Menggugat” itu rencananya digelar 3 September 2025 dengan tuntutan menurunkan Gubernur Jatim, Khofifah Indar Parawansa. Menurut Akson, langkah itu tidak hanya keliru, tapi juga berbahaya.
“Aksi itu tidak sesuai dengan prinsip hukum, ketatanegaraan, dan berpotensi mengganggu stabilitas sosial serta keamanan di Jawa Timur,” ujarnya, Selasa 26 Agustus 2025.
Dalam maklumat bernomor :/MKL.PP/VIII/2025, Pemuda Pancasila merinci alasan penolakan: aksi dianggap tidak demokratis, inkonstitusional, penuh tuduhan tanpa dasar, dan bisa menciptakan kegaduhan politik. Akson menegaskan, penolakan ini bukan soal “cari muka”.
“Itu bualan murah. Kami menolak karena ingin Jatim tetap teduh, aman, dan damai,” katanya.
Pemuda Pancasila bahkan menyiapkan langkah tandingan. Pada 3 September nanti, mereka berencana hadir untuk “menyambut” Cak Sholeh, bukan dengan otot, melainkan dengan argumentasi.
“Ini bukan soal fisik, tapi pertarungan akal sehat. Kami ingin menguji argumentasi mereka, apakah berdasarkan hukum atau sekadar birahi politik,” kata Akson.
Baginya, aksi menjatuhkan gubernur di tengah masa jabatan hanya akan mencederai demokrasi.
“Bayangkan kalau model ini dijadikan contoh di daerah lain. Negara bisa kacau,” pungkasnya.(*)