Keberadaan supeltas, kata Eri, tidak hanya mengganggu kelancaran lalu lintas. Namun, dia juga khawatir dengan warganya yang setiap harinya bekerja sebagai supeltas. Menurutnya, penghasilan sebagai supeltas tidak mencukupi bila digunakan untuk memenuhi kebutuhan hidup sehari-hari.
“Kadang saya juga miris, kenapa wargaku ada yang seperti itu, lalu hidupnya bagaimana? Pendapatannya berapa? Di samping itu, juga mengganggu orang lain, kadang ada (yang meminta uang) kemudian orang itu tidak terima, lalu tambah macet,” ujarnya.
Eri menegaskan, saat ini bersama Dishub Surabaya segera melakukan sosialisasi. Dan berharap, ada peran serta masyarakat untuk menyampaikan kepada pemkot jika masih menemui supeltas atau parkir liar di Surabaya.
Menurutnya, fenomena supeltas dan parkir liar masih menjadi konsen utama pemkot dalam melakukan penataan Kota Surabaya yang lebih baik ke depannya. (*)