Kombespol Widi melanjutkan jika tidak ada iming-iming dari pelaku kepada korban. Namun dengan bujuk rayu dan diajak bercerita.
“Modusnya mengajak bercerita ada bujuk rayunya lah. Tapi kalau iming-iming untuk diberikan sesuatu tidak ada,” ungkapnya.
Sementara itu Ciput Eka Purwianti, Asisten Deputi Penyediaan Layanan Anak dari Kementrian Pemberdayaan Perempuan dan Perlindungan Anak, kami sangat apresiasi kepada Kapolda Jawa Timur beserta jajaran penyidik Ditreskrimum yang telah menangani kasus pencabulan yang dilakukan pemuka agama.
“Saat ini keempat korban berada didalam perlindungan LPSK dan Kementrian PPA. Kami berharap proses ini terus berjalan dengan cepat karena demi kepentingan terbaik para korban,” ucap dia.
Lanjut Ciput, pihaknya juga ingin menyampaikan bahwa, persoalan ini yang melibatkan tokoh agama sebagai pelaku kekerasan seksual ini adalah salah satu bentuk relasi kuasa kekerasan yang berbasis relasi kuasa dan banyak sekali unsur yang menyebabkan anak-anak itu tidak berani mengadu lebih cepat.
“Itu karena banyak orang yang tidak percaya pada saat misalnya termasuk orang tua pada saat anak misalnya menyampaikan mengadu tentang tindakan a moral atau asusila yang diterima dari tokoh agama itu dia dipercaya oleh orang terdekat apalagi kemudian masyarakat yang lebih luas,” ucap dia.
“Perlu kita dorong bahwa, perspektif undang-undang TPKS itu adalah kita harus meyakini apa yang disampaikan oleh korban Karena perspektif korban itu yang penting,” pungkasnya.
Terhadap tersangka akan dijerat dengan Pasal 82 junto pasal 76 e undang-undang RI nomor 17 tahun 2016 tentang perubahan kedua atas undang-undang RI nomor 23 tahun 2002 tentang perlindungan anak ancaman hukumannya yaitu sanksi pidana penjara paling sedikit 5 tahun dan paling banyak 15 tahun serta denda paling banyak 5 miliar rupiah. (*)