Maka dari itu, sambungnya, kota ini dapat mengubah ancaman lingkungan besar dan menjadi pemicu peningkatan kesehatan masyarakat, penciptaan lapangan pekerjaan di tingkat lokal keberlanjutan jangka panjang.
“Itulah mengapa inovasi di tingkat kota bukan sekadar soal aksi besar, akan tetapi tentang menyelesaikan masalah sulit di tengah tekanan meskipun dengan alat yang terbatas dan sumber daya yang tidak sempurna,” ujarnya.
Para finalis Mayors Challenge ini, kata James, menonjol bukan hanya karena ide-idenya yang kreatif, tetapi juga karena mereka merancang solusi yang memperhitungkan kompleksitas implementasi dan urgensi kebutuhan warga.
“Proposal mereka mencerminkan standar baru dalam pencapaian sektor publik yang ambisius, tetapi tetap realistis, terstruktur, dan berdampak nyata.” paparnya.
Dalam ajang ini, Kota Surabaya akan menerima dana hibah sebesar USD 50.000 untuk membuat prototipe ide inovatifnya, yaitu sistem popok kain pakai ulang buatan lokal guna mengatasi ancaman lingkungan paling mendesak di kota ini, yakni limbah popok sekali pakai.
Dalam kesempatan ini, pejabat Pemkot Surabaya juga akan mengikuti Ideas Camp dari Bloomberg Philanthropies pada bulan Juli 2025 untuk mengembangkan dan menguji ide mereka melalui masukan dari para pakar dan sesama finalis.
Pada Januari 2026, sebanyak 25 kota dengan ide paling menjanjikan akan menerima hibah tambahan sebesar USD 1 juta serta dukungan operasional untuk merealisasikan gagasan mereka.
Kepala Dinas Lingkungan Hidup (DLH) Kota Surabaya, Dedik Irianto menambahkan, ketika popok sekali pakai dibuang ke sungai Brantas atau Kalimas, maka zat berbahaya yang terkandung di dalamnya akan mencemari lingkungan dan membahayakan kesehatan manusia. Karena, popok sekali pakai tidak seperti sampah plastik lainnya yang bisa didaur ulang.
“Popok tidak dapat didaur ulang dan hanya menumpuk di tempat pembuangan akhir. Maka dari itu, mengurangi limbah popok harus langsung dari sumbernya, sehingga dapat mengurangi beban TPA dan memungkinkan anggaran pengelolaan sampah bisa dialihkan ke program prioritas yang lebih penting,” pungkas Dedik.
Berikut 50 kota finalis: Kota Abha (Arab Saudi), Kota Addis Ababa (Ethiopia), Kota Ansan (Korea Selatan), Kota As-Salt (Yordania), Kota Barcelona (Spanyol), Kota Beaverton (Amerika Serikat), Kota Beira (Mozambik), Kota Belfast (Inggris Raya), Kota Benin City (Nigeria), Kota Boise (AS), Kota Boston (AS), Kota Budapest (Hungaria), Kota Cap-Haïtien (Haiti), dan Kota Cape Town (Afrika Selatan).
Selanjutnya, ada Kota Cartagena (Kolombia), Kota Cauayan (Filipina), Kota Choma (Zambia), Kota Cuenca (Ekuador), Kota Detroit (AS), Kota Fez (Maroko), Kota Fukuoka (Jepang), Kota Ghaziabad (India), dan Kota Ghent (Belgia).
Ada juga Kota Greater Visakhapatnam (India), Kota Helsinki (Finlandia), Kota Honolulu (AS), Kota Kanifing (Gambia), Kota Kyiv (Ukraina), Kota Lafayette (AS), Kota Lower Hutt (Selandia Baru), Kota Maceió (Brasil), Kota Marseille (Prancis), Kota Medellín (Kolombia), Kota Meksiko (Meksiko), Kota Naga (Filipina), Kota Ndola (Zambia), Kota Netanya (Israel), dan Kota Nouakchott (Mauritania).
Kemudian, Kota Pasig (Filipina), Kota Rio de Janeiro (Brasil), Kota San Francisco (AS), Kota Seattle (AS), Kota Seoul (Korea Selatan), Kota Sialkot (Pakistan), Kota South Bend (AS), Kota Surabaya (Indonesia), Kota Taipei (Taiwan), Kota Toronto (Kanada), Kota Turku (Finlandia), dan Yonkers (AS). (*)