Suatu Siang Sepasang Kakek Nenek Di Stasion Kereta MRT

Suatu Siang Sepasang Kakek Nenek Di Stasion Kereta MRT

Siang itu, Rabu, 28 Mei 2025, aku turun dari mobil di tempat parkir para pengantar atau penjemput di stasion kereta MRT Lebak Bulus. Aku memang biasa diantar oleh anak sulungku ke sana. Dalam tahun-tahun terakhir jika pergi ke arah Jalan Sudirman Thamrin aku memang sering naik MRT. Memakai kendaraan umum ini lebih terukur waktunya ketimbang naik mobil pribadi. Lagi pula MRT sekarang sudah bersih dan tertib.

Matahari bersinar setengah hati. Di depan mobil kami, telah lebih dahulu berhenti sebuah taksi Blue Bird. Lantaran taksi itu berhenti agak lama, sementara mobil pengantarku menunggu di belakangnya, aku turun dan berjalan melewati taksi itu, menuju lift yang berada sedikit menanjak di depan kami. Tetapi sebelum aku bergegas menuju lift, sepintas aku lihat di belakangku ada sepasang kakek nenek berjalan perlahan. Rupanya mereka penumpang taksi yang tadi ada di depan mobilku. Si kakek membawa dua koper, si nenek berjalan sangat perlahan.

Aku sejenak bimbang. Jalan terus atawa menunggu untuk membantu mereka. Di kota besar saling menolong sudah barang langka. Mau menolong pun sering dicurigai. Tapi niat baik jauh lebih pantas daripada tidak melakukan apapun, meski mungkin dampaknya ke diri sendiri dapat buruk. Maka pilihanku jatuh ke yang kedua: menunggu mereka dan berniat membantu mereka.

“Mau ke stasion MRT, Pak?” tanyaku kepada si Kakek.
“Iya,” jawabnya.

“Biar saya bantu,” ujarku seraya berhati-hati mengambil salah satu koper yang besar dari kakek itu. Dia rupanya dengan senang hati memberikan kepadaku. Padahal mereka belum mengetahui aku berniat baik atau buruk.

Aku sengaja juga berjalan perlahan seirama mereka, untuk menunjukkan aku bukan tulang tipu atau begal yang mau mencuri kopernya. Maklumlah di tempat umum di Jakarta banyak tukang tipu, maling atau rampok. Jadi, aku ikut jalan perlahan biar mereka tenang. Aku tunjukan kepada mereka jalan menuju lift sambil aku bawakan kopernya.

Di depan lift, sudah ada sekitar enam orang. Masih muda dan sehat. Mereka buru-buru masuk kift. Takut kami serobot. Tak peduli di belakang mereka ada orang tua. Padahal jelas tertulis, lift itu diprioritaskan untuk orang lanjut usia dan disabilitas.

“Kita tunggu aja kloter berikutnya,” kataku seraya menahan kakek dan nenek itu. Setelah lift turun lagi dalam keadaan kosong, barulah kami masuk. Aku arahkan mereka berdiri menghadap pintu depan lift, karena nanti pintu itu yang terbuka.

Sampai di atas, di pintu masuk stasion, aku tanya mereka,”Sudah punya kartunya?”
“Iya ada,” jawab mereka.

Aku masuk duluan sambil tetap membawa koper mereka. Kali ini kedua koper supaya mereka mudah masuk. Aku perhatikan mereka. Rupanya mereka dapat melakukan tap kartu dengan baik.

Sesudah berada di area dalam, aku kembali tunjukan lift yang naik. Aku terus temanin mereka sampai di tempat pemberangkatan.

Saat kami di tempat pemberangkatan bertemu Satpam. Aku berkata kepada Satpam itu, ”Tolong dibantu ini orang tua.”

Satpam dengan sigap membimbing keduanya ke tempat duduk. “Duduk dulu aja di situ,” katanya. Koper mereka pegang.

Begitu kereta datang, aku siap-siap membawa kakek nenek itu masuk kereta . Dua koper aku ambil lagi, aku bawa ke dalam kereta api. Aku juga “bimbing” mereka masuk. ”Hati-hati ada lobang di antara kereta dan turunan,” kataku. Mereka dapat melangkah dengan baik.