SUMENEP (Wartatransparansi.com) – Tanah Kas Desa (TKD) di desa Gapura Kecamatan Gapura Kab. Sumenep, bermasalah. Info yang berkembang menyebutkan, Ali selaku Ketua Badan Permusyawararatan Desa (BPD) melakukan sewa TKD itu tanpa sepengetahuan anggota BPD lainnya.
Dugaan itu mencuat saat warga mengetahui bahwa sewa TKD di desa Gapura diambil alih sendiri oleh ketua BPD.
Adanya dugaan tersebut, membuat anggota BPD desa Gapura, Drs. Ec. Moh. Anwar, SH, melaporkan ketuanya sendiri ke Polres Sumenep.
“Sudah dilaporkan ke Polres. Diduga kuat bajwa ketua BPD telah melakukan penyalahgunaan kewenangan aset desa,” tandas Anwar, Kamis (18/7’2024).
Menurutnya, laporannya sudah tanggal 31 Maret 2024 lalu dan ditujukan langsung kepada Kapolres Sumenep, Cq. Kasatreskrim.
Anwar juga menceritakan bahwa, pada tanggal 20 Februari 2022 , Ali Ketua BPD melakukan transaksi sewa TKD kepada Syamsul Arifin, tanpa melibatkan anggota BPD lainnya.
Tindakan ketua BPD Desa Gapura itu lanjutnya, melanggar pasal 374 KUHP dan terduga pelaku akan diancam dengan ancaman penjara paling lama lima tahun penjara.
“Tindakan terduga pelaku (Ali) telah menyebabkan kerugian dan harus diberikan sanksi hukuman setimpal. Masalah hukum itu tidak melihat besar dan kecilnya persoalan,” ujarnya.
Dikatakan Anwar, Negara kita adalah negara hukum, jadi siapapun yang melanggar hukum harus disanksi atas perbuatannya.
Apalagi, sambungnya, persoalan yang bersifat delik aduan masyarakat, hal ini wajib dilaporkan kepada yang berwajib dalam hal ini adalah kepolisian dan kejaksaan untuk mendapatkan perlindungan secara hukum.
Anwar menjelaskan delik aduan yang dikirim ke Polres mendapat tanggapan tanggal 6 Juni 2024. “Alhamdulillah, surat laporan saya mendapat tanggapan dari Kapolres Sumenep, melalui penyidik unit IV Satreskrim, delik aduan itu dilimpahkan kepada aparat pengawas Intern Pemerintah (APIP) dalam hal ini Inspektorat untuk melakukan pemeriksaan sesuai kewenangannya,” katanya.
Jadi, sambungnya, pihaknya akan terus mengawal persoalan tersebut. Sebab, kata dia, sekecil apapun penyimpangan yang berdampak kepada merugikan orang lain atau pun kelompok harus diselesaikan secara perundang-undangan. (*)