Oleh Djoko Tetuko – Komisaris Media Koran Transparansi
Ketika putusan Mahkamah Konstitusi (MK) menyelesaikan sengketa kasus tentang Perselisihan Hasil Pemilihan Umum (PHPU) Presiden dan Wakil Presiden Tahun 2024.
Tiga hakim konstitusi berlatar belakang profesor, yakni Wakil Ketua MK Saldi Isra serta Hakim Konstitusi Enny Nurbaningsih, dan Arief Hidayat, memilih pendapat berbeda atas putusan itu. Dissenting opinion (beda pendapat), pilihan itu memang bukan hal baru pada putusan lembaga peradilan atau lembaga penyelesai sengketa. Tetapi sangat menohok ketika terjadi di MK. Karena baru pertama kali dalam sejarah lembaga terhormat itu. Lalu siapakah hakim paling adil.
Tentu saja untuk menilai hakim paling adil tentu tidak mudah. Apalagi sepanjang masih ada celah atau masih ada nafsu, juga masih ada kepentingan tertentu, bukan semata-mata karena ketulusan dan keikhlasan secara totalitas. Karena bersandar pada Allah SWT.
Dalam Al-Quran, akhir surat At-Tin, Allah Subhanahu Wa Ta’ala (SWT) menyatakan sebagai hakim paling adil . “Alai sal laahu bi-ahkamil haakimiin”
Artinya, “Bukankah Allah hakim yang paling adil? (Surat At Tin ; 8). Hal itu menunjukkan bahwa ikhitiyar bagi semua hakim di dunia ini harus maksimal. Bahkan mendekati keadilan paling hakiki.
Sabda Rasulullah Shollallohu Alaihi Wassalam (SAW), ada tiga kategori hakim di dunia ini, tetapi hanya satu hakim yang akan masuk surga.
Pengelompokan hadits tersebut berdasarkan sebuah hadits Rasulullah SAW bersabda, “Hakim itu ada tiga macam, (hanya) satu yang masuk surga, sementara dua (macam) hakim lainnya masuk neraka. Adapun yang masuk surga adalah seorang hakim yang mengetahui al-haq (kebenaran) dan memutuskan perkara dengan kebenaran itu. Sementara hakim yang mengetahui kebenaran lalu berbuat zalim (tidak adil) dalam memutuskan perkara, maka dia masuk neraka. Dan seorang lagi, hakim yang memutuskan perkara (menvonis) karena ‘buta’ dan bodoh (hukum), maka ia (juga) masuk neraka.” (HR. Abu Dawud)
Berlaku adil juga menjadi salah satu perintah dari Allah Subhanahu Wa Ta’ala (SWT) yang harus dilakukan setiap manusia. Sebagaimana firmannya, “Sesungguhnya Allah menyuruh kamu menyampaikan amanat kepada yang berhak menerimanya, dan (menyuruh kamu) apabila menetapkan hukum di antara manusia, supaya kamu menetapkan dengan adil. Sesungguhnya Allah memberi pengajaran yang sebaik-baiknya kepadamu. Sesungguhnya Allah adalah Maha Mendengar lagi Maha Melihat.” (Surat. An-Nisa: 58)
Hikmah dari berbagai hiruk pikuk peradilan atas kasus maupun sengketa, maka hakim sangat menentukan keadilan status suatu kasus. Sebab dalam hadits ditekankan.
Pertama, “kita harus adil pada diri sendiri. Adil pada diri sendiri misalnya dengan memelihara keselamatan diri dan tidak menyiksa diri sendiri.
Kedua, kita harus adil pada orang lain. Memperlakukan orang lain sesuai dengan haknya adalah salah satu cara agar kita bisa berlaku adil kepada setiap manusia.
Ketiga, kita adil pada setiap makhluk Allah. Baik kepada hewan, tumbuhan, dan segala sesuatu yang ada di alam ini, harus kita perlakukan dengan sebaik-baiknya. Jangan sampai kita serakah mengeksploitasi alam hingga tidak peduli pada kelestariannya.
Sementara di ayat lain Allah juga berfirman, “Wahai orang-orang yang beriman, jadilah kamu orang yang benar-benar penegak keadilan, menjadi saksi karena Allah biarpun terhadap dirimu sendiri atau ibu bapa dan kaum kerabatmu. Jika ia kaya ataupun miskin, maka Allah lebih tahu kemaslahatannya. Maka janganlah kamu mengikuti hawa nafsu karena ingin menyimpang dari kebenaran. Dan jika kamu memutar balikkan (kata-kata) atau enggan menjadi saksi, maka sesungguhnya Allah adalah Maha Mengetahui segala apa yang kamu kerjakan.” (Surat. An-Nisa: 135).
Berkaitan dengan menjaga keadilan terhadap Allah SWT, diri sendiri, manusia, dan alam semesta. Maka begitu berat tugas seorang hakim agar senantiasa berlaku adil setiap memutuskan suatu perkara. Apalagi pada hakikinya setiap insan adalah hakim.
Percaturan Pilpres 2024
Dalam percaturan sengketa PHPU Pilpres 2024, terungkap bahwa baru kali ini, Mahkamah Konstitusi (MK) memutuskan sengketa (PHPU) Pilpres (Pemilihan Umum Presiden dan Wakil Presiden), ada dissenting opinion (beda pendapat). Demikian disampaikan oleh Moh. Mahfud MD yang merupakan Calon Wakil Presiden Nomor Urut 03 sekaligus Pemohon Perkara Nomor 2/PHP.PRES-XXII/2024 tersebut.
Pernyataan ini disampaikan Mahfud usai menghadiri sidang pembacaan Putusan Perkara Perselisihan Hasil Pemilihan Umum Presiden dan Wakil Presiden Tahun 2024 (PHPU Presiden 2024), Senin (22/4/2024).
Menurut Mahfud yang pernah menjabat sebagai Ketua MK periode 2008 – 2013, memutuskan sengketa Pilpres baru hari ini ada dissenting opinion. Sejak dulu tidak boleh ada dissenting opinion, karena biasanya hakim berembuk karena ini menyangkut jabatan orang, maka ini harus sama. Dirembuk sampai sama. Nah mungkin ini nggak bisa sama. Itu ada catatan sejarah.
Sementara Calon Presiden Nomor Urut 03 Ganjar Pranowo yang juga hadir mengaku menerima keputusan Mahkamah Konstitusi (MK) yang menolak gugatannya terkait sengketa Pilpres 2024. Ganjar pun mengucapkan selamat bekerja kepada Prabowo-Gibran selaku pemenang Pilpres.
“Saya dan Pak Mahfud tinggal hari ini saja, akhir dari sebuah perjalanan, maka apapun keputusannya kami sepakati untuk menerima, kami terima, dan tentu kami ucapkan selamat bekerja untuk pemenang dan mudah-mudahan PR-PR bangsa ke depan bisa segera diselesaikan,” kata Ganjar di Gedung 1 MK, pada Senin (22/4/2024).
Ganjar mengatakan proses di MK telah berjalan dengan sesuai. Ganjar pun menyampaikan terima kasih atas dukungan para relawan dan masyarakat kepadanya. Mantan Gubernur Jawa Tengah itu juga memberikan apresiasi kepada MK. Terlebih, kata dia, ada dissenting opinion di dalam putusan MK.
“Hakim Majelis saya apresiasi, yang pertama menerima proses ini dari awal, kemudian menyidangkan, sampai kemudian tadi diputuskan dan ada dissenting-nya, Yang menarik dalam catatan kami adalah dissenting itu disampaikan bahwa eksepsi eksepsi yang ada ditolak,” ujarnya.
Hadir pula Tim Kuasa Hukum Pasangan Calon Nomor Urut 01 Anies Baswedan-Muhaimin Iskandar yang menyampaikan keterangan kepada pers. Ari Yusuf Amir menyampaikan pihaknya menghormati seluruh putusan MK.
“Kami dari kuasa hukum 01 bersyukur Alhamdulillah ternyata di MK masih ada tiga hakim yang betul-betul menunjukkan kenegarawannya. Jadi, kalau kita simak putusan dissenting opinion dari tiga hakim tersebut betul-betul luar biasa hanya ini terjadi dalam sekali dan itu menunjukkan bahwa apa yang didalilkannya sama pemikirannya dengan para hakim tersebut. Kedua, kalau selama ini perdebatan MK berwenang atau tidak, ternyata delapan hakimnya memutuskan bahwa MK berwenang. Jadi MK betul-betul sesuai dengan apa yang didalilkan. Tidak hanya Mahkamah Kalkulator,”terangnya.
Tidak Terkejut
Pada kesempatan yang sama, Tim Kuasa Hukum Pasangan Calon Presiden dan Wakil Presiden Nomor Urut 2 Prabowo Subianto-Gibran Rakabuming Raka, Yusril Ihza Mahendra merasa tak terkejut dengan putusan Mahkamah Konstitusi (MK) soal sengketa hasil Pemilu Presiden (Pilpres) 2024.
Yusril mengaku, sejak awal pihaknya telah memprediksi MK bakal menolak gugatan yang dimohonkan oleh pasangan capres-cawapres nomor urut 1, Anies Baswedan-Muhaimin Iskandar; maupun capres-cawapres nomor urut 3, Ganjar Pranowo-Mahfud MD itu. Pernyataan ini disampaikan Yusril usai sidang putusan MK terkait sidang Penyelesaian Hasil Perselisihan Presiden 2024.
MK kini sudah memutuskan apakah putusan itu berkeadilan atau dinilai kurang berkualitas, Ketua MK Suhartoyo sudah mengetuk palu.
Berbagai proses hingga putusan MK, telah muncul berbagai peniliaan tentu dengan berpegang pada prinsip “final and binding”. Sehingga pengeterapan hukum masih dinilai ada kecenderungan masih tanpa etika dan moral, hukum tanpa keadilan (law without justice).
Merujuk pada Putusan No 90/PUU-XXI/2023, maka isu 5 hakim yang tidak setuju Gibran itu adalah Suhartoyo, Saldi Isra, Enny Nurbaningsih, Daniel Yusmick dan Arief Hidayat. Mengapa kini tinggal 3 Hakim?
Memang bagi seorang hakim, memutuskan suatu perkara bukan pekerjaan mudah dan ringan. Bahkan jauh dari kata sederhana. Seorang hakim harus bisa berlaku adil sehingga tidak ada salah satu pihak merasa dirugikan.
Dalam Islam, keadilan harus bisa diperjuangkan semaksimal mungkin karena jika seorang hakim memutuskan suatu perkara tidak adil, maka dampak di dunia dan akhirat, begitu berat.
Hakim
Hakim adalah pejabat peradilan negara yang diberi wewenang oleh undang-undang untuk mengadili (Pasal 1 butir 8 KUHAP). Sedangkan istilah hakim artinya orang yang mengadili perkara dalam pengadilan atau Mahkamah; Hakim
juga berarti pengadilan, jika orang berkata “perkaranya telah diserahkan kepada Hakim”. Kekuasaan kehakiman adalah kekuasaan negara yang merdeka untuk menyelenggarakan peradilan guna menegakkan hukum dan keadilan berdasarkan Pancasila, demi terselengaranya negara hukum Republik Indonesia (Pasal 24 UUD 1945 dan Pasal 1 UUD No.48/2009).
Berhakim berarti minta diadili perkaranya; menghakimi artinya berlaku sebagai hakim terhadap seseorang; kehakiman artinya urusan hukum dan pengadilan, adakalanya istilah hakim dipakai terhadap seseorang budiman, ahli, dan orang yang bijaksana.
Hakim di dalam menjalankan tugas dan fungsinya wajib menjaga kemandirian peradilan. Segala campur tangan dalam urusan peradilan oleh pihak lain di luar kekuasaan kehakiman dilarang, kecuali dalam hal-hal sebagaimana dimaksud dalam Undang-Undang Dasar Negara Republik Indonesia Tahun 1945.
Setiap orang yang dengan sengaja melanggar ketentuan peraturan perundang-undangan (Pasal 3 Undang-Undang No.48 Tahun 2009). Sebagaimana Kewajiban Hakim bahwa Hakim tidak boleh menolak untuk memeriksa perkara (mengadili), mengadili adalah serangkaian tindakan hakim untuk menerima, memeriksa dan memutus perkara pidana berdasarkan asas bebas, jujur dan tidak memihak di sidang pengadilan dalam hal dan menurut cara yang diatur dalam undang-undang ini (Pasal 1 Ayat (9) KUHAP).
Hakim tidak boleh menolak perkara dengan alasan tidak ada aturan hukumnya atau aturan hukumnya kurang jelas. Oleh karena hakim itu, dianggap mengetahui hukum maka jika aturan hukum tidak ada ia harus menggalinya dengan ilmu pengetahuan hukum, jika aturan hukum kurang jelas maka ia harus menafsirkan dan jika tidak ada aturan hukum tertulis ia dapat menggunakan hukum adat.
Hakim sebagai pejabat negara dan penegak hukum, wajib menggali, mengikuti, dan memahami nilai-nilai hukum dan rasa keadilan yang hidup dalam masyarakat.
Hakim dan hakim konstitusi harus memiliki integritas dan kepribadian yang tidaktercela, jujur, adil profesional, dan berpengalaman di bidang hukum.
Hakim dan hakim konstitusi wajib menaati Kode Etik dan Pedoman Perilaku Hakim (Pasal 5 Undang-Undang No.48 Tahun 2009). “Seorang hakim wajib mengundurkan diri dari persidangan apabila terikat hubungan keluarga sedarah atau semenda sampai derajat ketiga, atau hubungan suami atau istri meskipun telah bercerai dengan pihak yang diadili atau advokat”.
Seorang hakim atau panitera wajib mengundurkan diri dari persidangan apabila ia mempunyai kepentingan langsung atau tidak langsung dengan perkara yang sedang diperiksa, baik atas kehendaknya sendiri maupun atas permintaan pihak yang berperkara. (pasal 17 Ayat (3-5) Undang-Undang No.48 Tahun 2009).
Hakim ketua dalam memeriksa perkara di sidang pengadilan harus menggunakan bahasa Indonesia yang dapat dimengerti oleh para penggugat dan tergugat atau terdakwa dan saksi (Pasal 153 KUHP).
Dalam praktik adakalanya hakim menggunakan bahasa daerah, jika yang bersangkutan masih kurang paham terhadap apa yang diucapkannya atau ditanyakan hakim.
Hakim ketua membuka sidang dengan menyatakan terbuka untuk umum, kecuali perkara mengenai kesusilaan atau terdakwanya anak-anak. Jika hakim dalam memeriksa perkara menggunakan bahasa yang tidak dimengerti oleh terdakwa atau saksi dan mereka tidak bebas memberikan jawaban, dapat berakibat putusan batal demi hukum.
Peranan Hakim dalam Menjatuhkan Putusan Hakim berbeda dengan pejabat-pejabat lain, ia harus benar-benar menguasai hukum sesuai dengan sistem yang dianut di Indonesia dalam pemeriksaan di sidang pengadilan.
Hakim harus aktif bertanya dan memberi kesempatan kepada pihak terdakwa yang diwakili oleh Penasihat Hukum untuk bertanya kepada saksi- saksi, begitu pula Penuntut Umum. Semua itu dimaksudkan untuk menemukan kebenaran materil dan pada akhirnya hakimlah yang bertanggungjawab atas segala yang diputuskannya.
Ada lima hal menjadi tanggung jawab Hakim yaitu;
Kesatu, Justisialis Hukum; yang dimaksud justisialis adalah mengadilkan. Jadi putusan Hakim yang dalam praktiknya memperhitungkan kemanfaatan doel matigheid perlu di-adilkan. Makna dari hukum de zin van het recht terletak dalam gerechtigheid keadilan. Tiap putusan yang diambil dan dijatuhkan dan berjiwa keadilan, sebab itu adalah tanggung jawab jurist yang terletak dalam justisialisasi daripada hukum.
Kedua, Penjiwaan Hukum; dalam berhukum recht doen tidak boleh merosot menjadi suatu adat yang hampa tanpa jiwa, melainkan senantiasa diresapi oleh jiwa untuk berhukum. Jadi hakim harus memperkuat hukum dan harus tampak sebagai pembela hukum dalam memberi putusan.
Ketiga, Pengintegrasian Hukum; hukum perlu senantiasa sadar bahwa hukum dalam kasus tertentu merupakan ungkapan daripada hukum pada umumnya. Oleh karena itu putusan Hakim pada kasus tertentu tidak hanya perlu diadakan dan dijiwakan melainkan perlu diintegrasikan dalam sistem hukum yang sedang berkembang oleh perundang-undangan, peradilan dan kebiasaan.
Perlu dijaga supaya putusan hukum dapat diintegrasikan dalam hukum positif sehingga semua usaha berhukum senantiasa menuju ke pemulihan pada posisi asli restitutio in integrum.
Keempat, Totalitas Hukum; maksudnya menempatkan hukum keputusan Hakim dalam keseluruhan kenyataan. Hakim melihat dari dua segi hukum, di bawah ia melihat kenyataan ekonomis dan sosial, sebaliknya di atas Hakim melihat dari segi moral dan religi yang menuntut nilai-nilai kebaikan dan kesucian.
Kedua tuntutan itu perlu dipertimbangkan oleh Hakim dalam keputusan hukumnya, di saat itu juga segi social-ekonomis menuntut pada Hakim agar keputusannya memperhitungkan situasi dan pengaruh kenyataan sosial-ekonomis.
Kelima, Personalisasi Hukum; personalisasi hukum ini mengkhususkan keputusan pada personal (kepribadian) dari para pihak yang mencari keadilan dalam proses. Perlu diingat dan disadari bahwa mereka yang berperkara adalah manusia yang berpribadi yang mempunyai keluhuran.
Dalam personalisasi hukum ini memunculkan tanggung jawab hakim sebagai pengayom (pelindung), di sini hakim dipanggil untuk bisa memberikan pengayoman kepada manusia-manusia yang wajib dipandangnya sebagai pribadi yang mencari keadilan.
Ketika hakim dihadapkan oleh suatu perkara, dalam dirinya berlangsung suatu proses pemikiran untuk kemudian memberikan keputusannya mengenai hal-hal sebagai berikut:
Pertama, Keputusan mengenai peristiwanya, yaitu apakah terdakwa telah melakukan perbuatan yang telah dituduhkan kepadanya.
Kedua, Keputusan mengenai hukumnya, yaitu apakah perbuatan yang dilakukan terdakwa itu merupakan suatu tindak pidana dan apakah terdakwa bersalah serta dapat dipidana.
Ketiga, Keputusan mengenai pidananya, yaitu terdakwa memang dapat dipidana.
Sebelum menjatuhkan putusan, hakim akan menilai dengan arif dan bijaksana serta penuh kecermatan kekuatan pembuktian dari memeriksa dan kesaksian dalam sidang pengadilan (Pasal 188 Ayat (3) KUHAP), sesudah itu hakim akan mengadakan musyawarah terakhir untuk mengambil keputusan yang didasarkan atas surat dakwaan dan didasarkan atas surat dakwaan dan segala sesuatu yang telah terbukti dalam pemeriksaan sidang.
Hakim
Seorang Hakim diwajibkan untuk menegakkan hukum dan keadilan dengan tidak memihak. Hakim dalam memberikan suatu keadilan harus menelaah terlebih dahulu tentang kebenaran peristiwa yang diajukan kepadanya kemudian memberi penilaian terhadap peristiwa tersebut dan menghubungkannya dengan hukum yang berlaku. Setelah itu hakim baru dapat menjatuhkan putusan terhadap peristiwa tersebut.
Kehidupan masyarakat saat ini yang semakin komplek dituntut adanya penegakan hukum dan keadilan untuk memenuhi rasa keadilan masyarakat. Untuk figur seorang hakim sangat menentukan melalui putusan-putusannya karena pada hakekatnya hakimlah yang menjalankan kekuasaan hukum peradilan demi terselenggaranya fungsi peradilan itu.
Seorang hakim dalam menemukan hukumnya diperbolehkan untuk bercermin pada yurisprudensi dan pendapat para ahli hukum terkenal (doktrin). Menurut pendapat Wirjono Projodikoro dalam menemukan hukum tidak berarti bahwa seorang hakim menciptakan hukum, menurut beliau seorang hakim hanya merumuskan hukum.
Hakim dalam memberikan putusan tidak hanya berdasarkan pada nilai-nilai hukum yang hidup dalam masyarakat, hal ini dijelaskan dalam Pasal 28 ayat (1) UU No.40 Tahun 2009 yaitu: “Hakim wajib menggali, mengikuti, dan memahami nilai-nilai hukum yang hidup dalam masyarakat”.
Hakim oleh karena itu dalam memberikan putusan harus berdasar penafsiran hukum yang sesuai dengan rasa keadilan yang tumbuh, hidup, dan berkembang dalam masyarakat, juga faktor lain yang mempengaruhi seperti faktor budaya, sosial, ekonomi, politik, dan lain-lain.
Dengan demikian seorang hakim dalam memberikan putusan dalam kasus yang sama dapat berbeda karena antara hakim yang satu dengan yang lainnya mempunyai cara pandang serta dasar pertimbangan yang berbeda pula.
Sengketa PHPU sudah selesai dengan berbagai catatan. Kehidupan bernegara, berbangsa, dan bermasyarakat segera bergulir dengan situasi dan kondisi sedikit demi sedikit pasti akan mengalami perubahan.
Pergantian presiden dan wakil presiden dalam waktu tidak terlalu, walaupun masih merupakan satu garis komando. Tetapi garis kepemimpinan dan garis menjaga Marwah negara dan bangsa, akan lebih kuat mengarahkan arah kebijakan untuk memakmurkan dan mensejahterahkan masyarakat, mau dibawa ke mana?
Semoga Indonesia raya dengan keindahan alam dan kekayaan alam serta kepedulian alam juga kesatuan alam, menjadi bagian dari harapan semua pihak masuk garis perjalanan memperoleh “rahmatan lil’aalamiin”
Sebagaimana diketahui Ajaran Islam Rahmatan Lil’alamin sebenarnya bukan hal baru, basisnya sudah kuat di dalam al-Qur’an dan al-Hadits, bahkan telah banyak diimplementasikan dalam sejarah Islam, baik pada abad klasik maupun pada abad pertengahan. Secara etimologis, Islam berarti “damai”, sedangkan rahmatan lil ‘aalaamin berarti “kasih sayang bagi semesta alam”. Maka yang dimaksud dengan Islam Rahmatan lil’alamin adalah Islam yang kehadirannya di tengah kehidupan masyarakat mampu mewujudkan kedamaian dan kasih sayang bagi manusia maupun alam.
Dan harapan baru kepada Prabowo Subianto-Gibran Rakabuming Raka, mampu menjaga amanat dengan baik dan baik.
Sebagaimana mengkiaskan dengan Rahmatan lil’alamin adalah istilah qur’ani dan istilah itu sudah terdapat dalam Al-Qur’an , yaitu sebagaimana firman Allah dalam Surat al-Anbiya’ ayat 107: ”Dan tiadalah kami mengutus kamu, melainkan untuk (menjadi) rahmat bagi semesta alam (rahmatan liralamin)”.
Ayat tersebut menegaskan bahwa kalau Islam dilakukan secara benar dengan sendirinya akan mendatangkan rahmat, baik itu untuk orang Islam maupun untuk seluruh alam. Rahmat adalah karunia yang dalam ajaran agama terbagi menjadi dua ; rahmat dalam konteks rahman dan rahmat dalam konteks rahim. Rahmat dalam konteks rahman adalah bersifat amma kulla syak, meliputi segala hal, sehingga orang-orang nonmuslim pun mempunyai hak kerahmanan.
Rahim adalah kerahmatan Allah yang hanya diberikan kepada orang Islam. Jadi rahim itu adalah khoshshun lil muslimin. Apabila Islam dilakukan secara benar, maka rahman dan rahim Allah akan turun semuanya. Dengan demikian berlaku hukum sunnatullah, baik muslim maupun non-muslim kalau mereka melakukan hal-hal yang diperlukan oleh kerahmanan, maka mereka akan mendapatkanya. Kendatipun mereka orang Islam, tetapi tidak melakukan ikhtiar kerahmanan, maka mereka tidak akan mendapatkan hasilnya.
Dengan kata lain, kurnia rahman ini berlaku hukum kompetitif. Misalnya, orang Islam yang tidak melakukan kegiatan ekonomi, maka mereka tidak bisa dan tak akan menjadi makmur. Sementara orang yang melakukan ikhtiar kerahmanan adalah non-muslim, maka mereka akan mendapatkan kemakmuran secara ekonomi. Karena dalam hal ini mereka mendapat sifat kerahmanan Allah yang berlaku universal (amma kulla syak).
Menuju Indonesia Emas setelah hakim memutuskan sengketa PHPU Pemilihan Presiden 2024, setelah pasangan calon penggugat sudah menerima putusan dengan Legowo. Masih adakah ketidakadilan sehingga membuat alam “menolak” seperti putusan hakim. Tetapi dalam bahasa alam. Atau alam menerima tentu saja dengan harapan harapan baru. (*)