Oleh: Wetly
Ba’da shalat Magrib pada Selasa (9/4/2024) malam, sayup terdengar lantunan takbir dari salah satu masjid di Kabupaten Pasuruan. Meski, di saat itu belum ada pengumuman resmi dari pemerintah untuk menetapkan masuknya 1 Syawal. Ada getaran di hati saat mendengar alunan takbir memuja sang Khalik Allah SWT.
Barulah ketika usai shalat Isya, semua masjid, termasuk Mushalah Khairaat yang berada di samping rumah, secara serentak mengumandangkan takbir. Orang tua hingga anak-anak, semua tampak semangat bertakbir dengan wajah berseri.
Kumandang takbir terdengar sahut menyahut dari satu masjid dengan masjid lainnya, pun dari satu mushalah, dan surau. Maklum, karena jaraknya tidak seberapa jauh dari rumah. Gema suara takbir itu terdengar hingga Rabu dinihari. Bahkan ada masjid yang mengumandangkan takbir hingga memasuki shalat subuh, dan dilanjutkan lagi usai shalat subuh hingga masuk shalat Idul Fitri.
Hari Idul Fitri, bagi umat Islam merupakan perayaan kemenangan. Hari yang ditunggu-tunggu untuk bersuka cita, bergembira, karena telah berhasil menyempurnakan ibadah dan memperoleh pahala puasa dalam sebulan penuh.
Kemenangan itulah yang kemudian diartikan bahwa manusia kembali ke fitrahnya, bersih dari dosa.
Manusia memang terlahir dalam keadaan fitrah, suci. Bersih dari noda dosa. Namun, apakah setelah berjuang sebulan penuh melalui puasa, tadarus, salat wajib, sunat tarawih, dan ibadah lainnya, mampu melebur dosa-dosa kita untuk kembali ke fitrah. Wallahu a’lam bissawab. Hanya Allah SWT yang tahu. Namun yang pasti, semua kebaikan yang dikerjakan mendapat ganjaran pahala berlipat dari Allah.
Suka cita kebahagiaan begitu kental dalam nuansa Idul Fitri. Kekeluargaan begitu kental terlihat usai salat Id. Saling bersalaman, berpelukan, bermaafan. Itulah secuil gambaran Islam sebenarnya. Hati ini terasa sejuk melihatnya. Begitu indah.
Saling memberi maaf, tentu bukan hanya milik satu golongan, atau hanya untuk ajaran Islam saja. Tetapi, semua agama mengajarkan akan hal itu.
Saling memberi maaf, bagi umat Islam, tentunya tidak hanya terjadi setahun sekali. Namun, terasa lebih istimewa dan penuh makna, ketika bermaafan di moment hari kemenangan, Idul Fitri.
Kini, Ramadan telah pergi. Kepergiannya hanya sementara, karena akan kembali lagi. Namun, jangan lupa bahwa kita juga akan pergi. Beda dengan Ramadan yang masih akan kembali, ketika kita pergi maka tidak akan kembali lagi untuk bertemu Ramadan. Karena hanya mereka yang ditakdirkan saja untuk bisa bertemu bulan seribu bulan ini. Dan, semoga kita semua juga masih ditakdirkan bertemu puasa di bulan Ramadan berikutnya.
Taqabbalallahu minna wa minkum, shiyamana wa shiyamakum, kullu ‘aamiin wa antum bikhair. “Semoga Allah menerima (puasa) kita dan setiap tahun semoga kita senantiasa dalam kebaikan.”
Semoga kita termasuk orang-orang yang ‘kembali’ dan orang-orang yang ‘menang’. Semoga Allah menerima amalanku dan amalan kalian.
Selamat Hari Raya Idul Fitri, mohon maaf lahir dan batin. (*)