OKK PWI Nganjuk Kontemplasi “Suap” dalam KEJ

OKK PWI Nganjuk Kontemplasi “Suap” dalam KEJ

NGANJUK (WartaTransparansi.com) – Orientasi Kewartawanan dan Keorganisasian Persatuan Wartawan Indonesia (OKK PWI) Nganjuk, menjadi kontemplasi (perenungan) para jurnaslis setelah sekian lama melahirkan karya jurnalistik.

Pada Kode Etik Jurnalistik (KEJ) PWI disebutkan “Wartawan tidak menyalahgunakan profesinya dan tidak menerima suap untuk menyiarkan atau tidak menyiarkan karya jurnalistik.”

Sedangkan KEJ Dewan Pers menyatakan,
“Wartawan Indonesia menempuh cara-cara yang profesional dalam melaksanakan tugas jurnalistik” : Cara-cara yang profesional adalah:
a. menunjukkan identitas diri kepada narasumber;
b. menghormati hak privasi;
c. tidak menyuap;
d. menghasilkan berita yang faktual dan jelas sumbernya;
e. rekayasa pengambilan dan pemuatan atau penyiaran gambar, foto, suara dilengkapi dengan
keterangan tentang sumber dan ditampilkan secara berimbang;
f. menghormati pengalaman traumatik narasumber dalam penyajian gambar, foto, suara;
g. tidak melakukan plagiat, termasuk menyatakan hasil liputan wartawan
lain sebagai karya sendiri.

Perenungan atas bahaya menerima suap, juga diingatkan pada Kode Perilaku Wartawan.
“Wartawan dilarang untuk melakukan hal-hal tercela sebagai berikut:
1.Merendahkan harkat, martabat dan integritas profesi wartawan dan organisasi.
2.Melanggar dan merendahkan KPW, KEJ, PD-PRT, peraturan organisasi, hukum, moral, kesusilaan, dan kepantasan.

3.Menjual secara tidak sah, menggelapkan, atau menyalahgunakan kekayaan atau aset organisasi. 4. Korupsi terhadap keuangan negara.

5.Tindak kriminal berat seperti menghilangkan nyawa orang, memperkosa, penganiayaan berat, perampokan, penodongan, pembegalan, penipuan, pelecehan seksual, pemerasan, dan yang sejenis.
6.Memakai dan mengedarkan narkoba dan zat-zat adiktif atau psikotropika yang oleh perundang-undangan dilarang
7.Terlibat dalam kegiatan terorisme.

8.Menerima dan atau memberi sogok.
9.Merendahkan dan melecehkan suku, agama, ras, dan golongan serta gender.

Begitu bahaya uang sogok dan uang suap menyuap, tetapi sudah menjadi “penyakit”, maka salah satu perenungan paling dibutuhkan, ialah membedakan berita publik dan berita pribadi. Juga menjaga berita fitnah tidak tercampur aduk dengan opini. Apalagi memutarbalikkan fakta untuk menjatuhkan obyek berita. Atau menyelamatkan berita kasus publik dengan tidak menyiarkan.

Bagus salah satu wartawan Nganjuk menanyakan dan memohon penjelasan, dengan harapan ke depan dapat menjalankan KEJ dengan sebaik-baiknya. Juga jika ada kesalahan berusaha memperbaiki.

Agus menanyakan kekuatan KEJ dengan penjelasan bahwa akurasi adalah “TuhanNya” berita?. Dan setelah kontemplasi bahwa akurasi adalah bagian dari kekuatan KEJ, maka kode etik adalah seperti bagian tugas kenabian. Dimana Nabi Muhammad, yang diperintahkan untuk menyempurnakan akhlaq menjadi mulia. Maka berita dengan berlandsarkan kode etik adalah menjaga harkat dan martabat karya jurnalistik selalu benar dan berimbang. Manjaga martabat umat dan rakyat.

Sedang Usman ketika menanyakan konfirmasi atau verifikasi? Bahwa wartawan dalam melahirkan karya jurnalistik konfirmasi merupakan kewajiban. Sehingga jika dengan sengaja tidak konfirmasi, maka merupakan pelanggaran. Bahkan dalam berita siber sudah diatur di Pedoman Pemberitaan Media Siber.

PWI Jatim menugaskan Mahmud Suhermono, Wakil Ketua PWI Jatim Bidang Organisasi dan Djoko Tetuko, Ketua Dewan Kehormatan PWI Jatim, memberikan materi sekaligus diskusi soal UU Pers, PD, PRT, KEK, KPW, PPRA, PPMS, dan sejumlah sengketa pers atau karya jurnalistik dalam menyelesaikan di Dewan Pers maupun di lembaga Peradilan. Kegiatan berlangsung di STKIP PGRI Nganjuk, Selasa (5/3/2024).

Tekanan pada KEJ agar warta independen, dan tujuan OKK menjadi bagian terpenting berorganisasi di PWI, menjadi perenungan untuk menuju perbaikan. Sekaligus karya jurnalistik dengan membentengi KEJ akan membuat berita lebih bermarwah. (*)