Eri juga khawatir, jika anak-anak itu dibully maka akan timbul rasa persaingan sehingga menyebabkan rasa minder pada anak.
“Pemkot sudah melarang, sudah tak larang (saya larang). Jadi tidak ada alasan apapun untuk meminta sumbangan kepada murid. Akan tetapi, kalau punya rezeki, taruh uang itu kepada sekolah untuk kepentingan seluruhnya, itulah Surabaya,” jelasnya.
Terkait sanksi jika ada temuan hal serupa, Eri mengaku tak segan melakukan tindak tegas terhadap oknum kepala sekolah dan guru yang melakukan penarikan sumbangan. “Kita akan peringatkan guru, (peringatan) satu, dua, tiga, ya dicopot,” ucapnya.
Di samping itu, Kepala Dinas Pendidikan (Dispendik) Kota Surabaya Yusuf Masruh mengatakan, hal yang paling rawan terjadi penarikan iuran itu ketika menjelang wisuda. Mengantisipasi terjadinya hal itu, maka Yusuf berharap kepada kepala sekolah untuk melakukan kroscek atau mengukur kemampuan masing-masing orang tua siswa.
“Kalau memang ada orang tua yang mampu, kalau enggak kan kasihan juga. Saat ini kondisi perekonomian kan juga mulai jalan lagi,” kata Yusuf.
Mencegah adanya persaingan antar siswa akibat penarikan iuran sekolah, Yusuf menjelaskan, Dispendik Kota Surabaya punya cara jitu. Yakni menggelar acara wisuda dengan kegiatan keterampilan siswa. Menurutnya, dengan cara itu maka akan meningkatkan kreativitas dan lebih berkesan bagi siswa.
“Jadi mengisi kegiatan wisuda itu tidak harus mewah, karena itu saya tanamkan nilai-nilai kesederhanaan itu. Harapan kami sekolah itu dapat menyesuaikan, misal dengan memberikan sertifikat kepada anak, potensinya apa, mengaji, basket, sehingga itu lebih bagus dan menjadi kebanggaan tersendiri bagi anak,” tandasnya. (wet)