SURABAYA (Wartatransparansi.com) – Pemkot Surabaya mengebut realisasi program Dandan Omah atau Rumah Tidak Layak Huni (Rutilahu). Ini menjadi konsentrasi Wali Kota Eri Cahyadi untuk mengentaskan kemiskinan dan pengangguran.
Kepala Dinas Perumahan Rakyat dan Kawasan Permukiman, serta Pertanahan (DPRKPP) Kota Surabaya, Irvan Wahyudrajad mengatakan, di tahun 2023, program Rutilahu menyasar 2.700 unit rumah. Sedangkan data hingga bulan Juni 2023, realisasi program ini sudah mencapai 1.200 unit atau sekitar 45 persen.
“Per Juli 2023, selesai 1200 unit atau sekitar 45 persen. Sedangkan yang sudah terkontrak dan proses pengerjaan per Juli 2023, sebanyak 2.200 unit atau 82 persen,” jelas Irvan, Kamis (24/8/2023).
Dia juga menjelaskan anggaran program Rutilahu dialokasikan melalui APBD Kota Surabaya tahun 2023. Total anggarannya mencapai Rp94,5 miliar untuk 2.700 unit rumah. “Sedangkan di tahun 2022, tercapai sebanyak 950 unit,” ujarnya.
Irvan lantas memaparkan syarat penerima program Rutilahu atau Dandan Omah. Di antaranya yakni, mempunyai KK dan KTP Surabaya, diusulkan oleh lurah, mempunyai bukti kepemilikan yang sah atas tanah dan membuat Surat Pernyataan Tidak Sengketa.
Kemudian, syarat lain adalah rumah ditempati sendiri, bersedia tidak dijual atau disewakan selama 5 tahun, dan belum pernah mendapatkan bantuan perbaikan rumah lainnya kecuali Perbaikan Jamban
“Selain itu, rumah masuk dalam kategori rumah tidak layak huni (atap lapuk dan bocor, dinding lembab, lantai banjir, jamban tidak berfungsi),” bebernya.
Selain itu, Irvan menerangkan, bahwa estimasi perampungan satu hunian butuh waktu kurang lebih 20 – 30 hari. Sedangkan anggaran yang disiapkan untuk satu hunian itu sebesar Rp35 juta. Sementara dalam proses pengerjaan, pemkot melibatkan Kelompok Teknis Perbaikan Rumah (KTPR) atau pekerja yang berasal dari warga sekitar. “Kita targetkan November 2023 semua selesai,” jelasnya.
Meski begitu, Irvan mengakui, Dandan Omah Rutilahu yang menjadi satu di antara Program Padat Karya ini juga tak lepas dari kendala di lapangan. Seperti tukang yang dipekerjakan kurang kompeten sehingga penyelesaian pekerjaaan terlambat dari waktu yang ditentukan.
“Selain itu, hal ini juga mengakibatkan biaya tenaga kerja membengkak. Beberapa KTPR mengalami kesulitan dalam menyediakan pekerja terampil perbaikan rumah,” paparnya.
Maka dari itu, pihaknya juga berupaya meningkatkan kompetensi keahlian pekerja melalui pelatihan tukang. Langkah ini dilakukan dengan menggandeng Departemen Teknik Infrastruktur Sipil Fakultas Vokasi, Institut Teknologi Sepuluh Nopember Surabaya (ITS).
“Harapan dengan adanya pelatihan tukang bangunan ini mengasah kemampuan tukang, meningkatkan pelatihan dan taraf hidup, dan tentunya selaras dengan Program Padat Karya Pemkot Surabaya,” tandasnya. (*)