Oleh HS Makin Rahmat, Santri Pinggiran, Wartawan UKW Utama dan Ketua SMSI Jatim
LEBIH dari 25 tahun silam saat aktif sebagai wartawan bidang hukum, Al Faqir pernah blusukan ke penjara sebutan Lembaga Pemasyarakatan (Lapas) dan Rumah Tahanan (Rutan).
Saat itu sudah terbesit dalam terawangan tentang fenomena gunung es warga binaan (sebutan narapidana) yang tersangkut kasus narkoba. Informasi yang Al Faqir gali, napi jebolan narkoba bukan insyaf, malah mendapatkan gemblengan untuk menjadi bagian jaringan mafia narkoba.
Nama-nama bandar narkoba kelas teri, ecek-ecek hingga kelas kakap bagian simbiosis mutualisme termasuk okum petugas Lapas dan Rutan terlibat di dalamnya. Tidak hanya oknum petugas Lapas, oknum polisi, jaksa, hakim, okum advokat hingga pejabat penting ada yang terseret dalam jaringan narkoba.
Yang pernah menggemparkan jagat maya, bandar narkoba terbesar di Indonesia Freddy Budiman. Meski sering tertangkap, Freddy tak gentar dan mengulangi perbuatannya. Pada 1997 tertangkap dijebloskan ke LP/ Lapas Cipinang. Kemudian, 2009, Freddy kembali kedapatan memiliki sabu seberat 500 gram dan divonis 3 tahun 4 bulan penjara.
Usai bebas tahun 2011, Freddy kembali berurusan dengan pihak, ia ditangkap dengan BB 300 gram heroin, 27 gram sabu, dan 450 gram ekstasi. Freddy divonis 9 tahun penjara dan dikirim ke Cipinang.
Tak disangka, pada 2013 Freddy Budiman kedapatan mengedarkan narkoba dan membangun pabrik sabu dari balik jeruji besi. Dia terbukti mengorganisir penyelundupan 1.412.476 butir ekstasi dari China pada Mei 2012. Kemudian, ia divonis hukuman mati dan dieksekusi pada 29 Juli 2016 di Nusakambangan.