Mensyukuri nikmat Allah Subahanahu wa Ta’ala (SWT) memang mudah diucapkan, tetapi tidak mudah dipraktikkan. Betapa tidak? Karena sejatinya bersyukur itu setiap hamba harus, sudah siap menerima perbedaan, termasuk perbedaan dari keberadaan jati diri manusia dalam waktu singkat, pendek atau tempo agak lama.
Allah SWT mengingatkan sesuai firman Surat Al Baqarah 152 ; “Maka, ingatlah kepada-Ku, Aku pun akan ingat kepadamu. Bersyukurlah kepada-Ku dan janganlah kamu ingkar kepada-Ku”.
Pemberitahuan informasi secara umum tentang syukur di atas, bahwa dalam keseharian kita tidak boleh lepas dari dzikir (mengingatkan Allah SWT), mengingat kunci dari kedekatan dengan Sang Maha Pencipta ialah dzikir. Hasil apapun dari pendekatan dengan berbagai metode, baik sederhana maupun lebih modern. Maka berserah diri dan menerima dengan penuh keyakinan bahwa semua peristiwa terjadi semata mata karena Allah SWT melalui dzikir itu menjadi kunci kehidupan.
Pada sebuah riwayat juga disebutkan bahwa, Nabi Nuh AS sering kali mengucapkan rasa syukur setiap pagi. Dari apa yang sering dilakukan, Nabi Nuh AS disebut sebagai hamba yang banyak bersyukur.
Dalam Kitab Taurat Nabi Nuh juga mengatakan bahwa, “Bersyukurlah kepada yang memberikan kepadamu kenikmatan dan kepada orang yang bersyukur kepadamu. Sesungguhnya kenikmatan tidak akan hilang jika disyukuri dan kenikmatan tidak akan tetap jika dikufuri. Bersyukur akan menambah kenikmatan dan menjaga dari perubahan, yakni mengubah keadaan dari baik ke buruk.”
Imam Ali al-Sajjad mengatakan bahwa, Allah mencintai setiap hati yang bersedih dan setiap hamba yang banyak bersyukur. Dia akan bertanya kepada seorang hamba di antara para hamba-Nya di hari kiamat, “Apakah kamu sudah mensyukuri orang itu?” Orang itu menjawab, “Aku sudah bersyukur kepada-Mu, ya Rabb.”
Lalu Allah berfirman, “Kamu belum bersyukur kepada-Ku, jika kamu tidak mensyukurinya.” Kemudian Dia berfirman, “Orang yang paling bersyukur kepada Allah adalah orang yang bersyukur kepada manusia.’”
Puncak rasa syukur umat Islam Indonesia pada 17 Agustus 1945 ketika takdir kemerdekaan diraih dengan rahmat dan ridlo Ilahi Robbi. Dan setiap tahun selalu diberi tetenger untuk mensyukuri.
Firman Allah pada Surat Ibrahim ayat 7 menegaskan; “(Ingatlah) ketika Tuhanmu memaklumkan, “Sesungguhnya jika kamu bersyukur, niscaya Aku akan menambah (nikmat) kepadamu, tetapi jika kamu mengingkari (nikmat-Ku), sesungguhnya azab-Ku benar-benar sangat keras.”
Bahwa ketika kita mensyukuri kemerdekaan dalam berbagai peristiwa, maka mensyukuri nikmat kemerdekaan itu dianjurkan supaya Allah SWT menambah kenikmatan. Dan jangan kufur atau ingkar karena diancam azab amat pedih. Dalam potret kehidupan di Indonesia dengan usia kemerdekaan di depan mata 78 tahun. Tentu tidak semua menerima dengan sama kenikmatan kemerdekaan itu, termasuk merdeka mencari Ilmu atau belajar, merdeka bekerja, merdeka menikmati seluruh fasilitas hasil pembangunan dan lain-lain.
Hanya saja menerima perbedaan dalam berbagai rancak kehidupan tidak mudah. Tetapi hal itu merupakan kunci benar benar mampu mensyukuri dari berbagai ikhtiyar. Apalagi memang potret jadi diri manusia diciptakan berbeda beda, dengan imam, rejeki, kesehatan, amal ibadah, akhlaq berbeda beda pula. Dan menerima dengan tulus ikhlas perbedaan dengan taqwa adalah sebuah jaminan dari janji Allah Subhanahu wa Ta’ala akan mengangkat derajat hambanya suka suka Sang Cholik.
Sebagaimana firmanNya pada Surat Al Hujurat ayat 13, “Hai manusia, sesungguhnya Kami menciptakan kamu dari seorang laki-laki dan seorang perempuan dan menjadikan kamu berbangsa-bangsa dan bersuku-suku supaya kamu saling kenal-mengenal. Sesungguhnya orang yang paling mulia diantara kamu disisi Allah ialah orang yang paling takwa diantara kamu. Sesungguhnya Allah Maha Mengetahui lagi Maha Mengenal.”
Memahami bersyukur, memahami menerima perbedaan, menjalani hidup dengan penuh ikhlas, baik laki laki maupun perempuan, kaya atau cukup, sehat atau lebih sehat, adalah tergantung kunci dari kelapangan dada (qolbu) menerima dengan sungguh-sungguh.
Bagaimana bersyukur dengan menerima perbedaan. Di tengah-tengah kehidupan di masyarakat, dapat dicontohkan satu RT (rukun tetangga) saja sudah banyak perbedaan, apalagi satu negara. Belajar memahami dan menerima dalam pergaulan sehari hari perbedaan dengan syukur, dan siap berbagi bila lebih mujur, maka itulah esensi dari mensyukuri kemerdekaan skala kecil, menerima perbedaan skala kecil pula. Sebagai modal kehidupan lebih baik dan lebih baik.
InsyaAllah dengan banyak bersyukur, dan tidak kufur atau ingkar akan selalu mendapat rahmat dan ridlo dari Allah Subhanahu wa Ta’ala. Tetapi jika ingkar maka merupakan kegagalan dalam mewujudkan rasa syukur. Dan menambah perasaan kurang dan berkurang dalam segala hal. (*)