Mensyukuri Kemerdekaan, Menerima Perbedaan

Mensyukuri Kemerdekaan, Menerima Perbedaan
Djoko Tetuko

Mensyukuri nikmat Allah Subahanahu wa Ta’ala (SWT) memang mudah diucapkan, tetapi tidak mudah dipraktikkan. Betapa tidak? Karena sejatinya bersyukur itu setiap hamba harus, sudah siap menerima perbedaan, termasuk perbedaan dari keberadaan jati diri manusia dalam waktu singkat, pendek atau tempo agak lama.

Allah SWT mengingatkan sesuai firman Surat Al Baqarah 152 ; “Maka, ingatlah kepada-Ku, Aku pun akan ingat kepadamu. Bersyukurlah kepada-Ku dan janganlah kamu ingkar kepada-Ku”.

Pemberitahuan informasi secara umum tentang syukur di atas, bahwa dalam keseharian kita tidak boleh lepas dari dzikir (mengingatkan Allah SWT), mengingat kunci dari kedekatan dengan Sang Maha Pencipta ialah dzikir. Hasil apapun dari pendekatan dengan berbagai metode, baik sederhana maupun lebih modern. Maka berserah diri dan menerima dengan penuh keyakinan bahwa semua peristiwa terjadi semata mata karena Allah SWT melalui dzikir itu menjadi kunci kehidupan.

Pada sebuah riwayat juga disebutkan bahwa, Nabi Nuh AS sering kali mengucapkan rasa syukur setiap pagi. Dari apa yang sering dilakukan, Nabi Nuh AS disebut sebagai hamba yang banyak bersyukur.

Dalam Kitab Taurat Nabi Nuh juga mengatakan bahwa, “Bersyukurlah kepada yang memberikan kepadamu kenikmatan dan kepada orang yang bersyukur kepadamu. Sesungguhnya kenikmatan tidak akan hilang jika disyukuri dan kenikmatan tidak akan tetap jika dikufuri. Bersyukur akan menambah kenikmatan dan menjaga dari perubahan, yakni mengubah keadaan dari baik ke buruk.”

Imam Ali al-Sajjad mengatakan bahwa, Allah mencintai setiap hati yang bersedih dan setiap hamba yang banyak bersyukur. Dia akan bertanya kepada seorang hamba di antara para hamba-Nya di hari kiamat, “Apakah kamu sudah mensyukuri orang itu?” Orang itu menjawab, “Aku sudah bersyukur kepada-Mu, ya Rabb.”

Lalu Allah berfirman, “Kamu belum bersyukur kepada-Ku, jika kamu tidak mensyukurinya.” Kemudian Dia berfirman, “Orang yang paling bersyukur kepada Allah adalah orang yang bersyukur kepada manusia.’”

Puncak rasa syukur umat Islam Indonesia pada 17 Agustus 1945 ketika takdir kemerdekaan diraih dengan rahmat dan ridlo Ilahi Robbi. Dan setiap tahun selalu diberi tetenger untuk mensyukuri.